Di tengah keragaman kuliner Melayu, terdapat sebuah hidangan tradisional yang memiliki daya tarik tersendiri, yaitu **Apam Paranggi**. Nama "Paranggi" sendiri merupakan serapan dari kata "Prancis" (Perancis), menandakan adanya pengaruh atau asal usul yang unik dalam sejarah makanan ini, meskipun praktik pembuatannya kini sangat kental dengan cita rasa lokal Malaysia. Apam ini bukanlah sekadar kue biasa; ia adalah warisan yang diwariskan dari generasi ke generasi, seringkali muncul dalam perayaan atau acara-acara khusus.
Apa Itu Apam Paranggi?
Secara teknis, Apam Paranggi termasuk dalam kategori kue apam, yaitu sejenis kue tradisional yang dikukus atau dipanggang, berbahan dasar tepung beras atau tepung terigu, dicampur dengan santan dan pemanis. Namun, yang membedakan Apam Paranggi adalah tekstur dan penampilannya. Jika apam biasa cenderung lembut dan kenyal, Apam Paranggi seringkali memiliki tekstur yang lebih padat namun tetap empuk, dengan pinggiran yang sedikit renyah hasil dari proses pemanggangan atau pengukusan dengan teknik tertentu.
Motif kotak-kotak atau pola silang inilah yang seringkali memberikan nama "Paranggi," menyerupai motif kain atau jaring. Penggunaan pewarna alami, seperti pewarna dari daun pandan untuk warna hijau atau kunyit untuk warna kuning, sering dijumpai untuk memperindah tampilannya tanpa mengurangi nilai tradisionalnya.
Proses Pembuatan yang Memerlukan Kesabaran
Membuat Apam Paranggi yang sempurna membutuhkan ketelatenan. Adonan biasanya dibuat dari campuran tepung beras yang telah diistirahatkan (agar mengembang sempurna), santan kental, gula, dan sedikit ragi atau bahan pengembang alami. Proses fermentasi adonan adalah kunci untuk mendapatkan tekstur yang diinginkan.
Setelah adonan siap, ia dicetak dalam loyang kecil atau cetakan khusus. Teknik memasak sangat bervariasi. Di beberapa daerah, apam ini dipanggang di atas bara api kecil atau oven tradisional (seperti oven tanah liat) untuk mendapatkan bagian luar yang sedikit garing dan bagian dalam yang lembut. Sementara di tempat lain, metode pengukusan tetap menjadi favorit, memastikan kelembaban kue terjaga. Penggunaan cetakan yang dilapisi daun pisang juga sering dilakukan untuk menambah aroma alami yang khas pada kue ini.
Signifikansi Budaya Apam Paranggi
Apam Paranggi bukan hanya makanan penutup; ia sering memiliki makna komunal. Dalam budaya Melayu, hidangan yang disiapkan dengan usaha keras seringkali disajikan saat upacara adat, sambutan tamu kehormatan, atau perayaan hari raya. Kehadiran Apam Paranggi di atas dulang hidangan menunjukkan keramahtamahan tuan rumah. Rasanya yang manis legit, dipadukan dengan gurihnya santan, menciptakan harmoni rasa yang sangat disukai oleh hampir semua kalangan.
Meskipun makanan modern semakin menjamur, Apam Paranggi tetap bertahan karena cita rasa otentiknya. Upaya pelestarian kuliner ini terus dilakukan oleh para ibu rumah tangga dan komunitas lokal di Malaysia, memastikan bahwa generasi muda masih dapat menikmati dan menghargai warisan kuliner yang kaya rasa dan sejarah ini. Mencari Apam Paranggi otentik seringkali mengharuskan pengunjung untuk mengunjungi pasar-pasar tradisional atau gerai-gerai makanan yang dikelola oleh keluarga turun-temurun.
Kesimpulan
Apam Paranggi adalah cerminan dari kekayaan tradisi kuliner Melayu yang mampu menyerap pengaruh dari luar namun tetap mempertahankan identitas lokalnya yang kuat. Dengan tekstur yang unik dan tampilan bermotif, kue ini menawarkan pengalaman rasa yang mendalam, menghubungkan kita dengan sejarah pembuatan kue tradisional yang penuh kesabaran dan keahlian.