Asam karboksilat adalah salah satu kelas senyawa organik yang paling penting, ditandai dengan adanya gugus fungsional karboksil, yang secara kimia dilambangkan sebagai -COOH atau -(C=O)OH. Gugus karboksil terdiri dari atom karbon karbonil yang terikat rangkap dua pada satu atom oksigen dan terikat tunggal pada gugus hidroksil (-OH).
Kehadiran dua gugus fungsional—karbonil dan hidroksil—yang berdekatan ini memberikan sifat kimia dan fisik yang unik dan khas pada asam karboksilat. Mereka tidak hanya berperan sebagai blok bangunan penting dalam sintesis banyak molekul organik, tetapi juga merupakan komponen kunci dalam sistem biologis, termasuk asam lemak, asam amino, dan molekul siklus Krebs.
Sejarah pengenalan asam karboksilat bermula dari asam-asam yang ditemukan secara alami, seperti asam format (ditemukan pada semut) dan asam asetat (komponen utama cuka). Studi mendalam terhadap kelas senyawa ini telah membuka jalan bagi pengembangan polimer, obat-obatan, dan bahan kimia industri yang tak terhitung jumlahnya.
Pembeda utama asam karboksilat dari alkohol atau aldehida adalah keasamannya yang relatif tinggi. Meskipun alkohol juga memiliki gugus -OH, kemampuan resonansi yang disediakan oleh atom oksigen karbonil pada asam karboksilat memungkinkan stabilisasi ion karboksilat yang terbentuk setelah pelepasan proton, menjadikannya asam Bronsted-Lowry yang efektif.
Penamaan asam karboksilat mengikuti aturan ketat yang ditetapkan oleh International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC). Prinsip dasar penamaan melibatkan identifikasi rantai karbon terpanjang yang mencakup atom karbon karboksil. Karbon karboksil selalu diberi nomor 1.
Dalam sistem IUPAC, nama asam karboksilat diturunkan dari nama alkana induk dengan mengganti sufiks '-ana' dengan '-oat', dan diawali dengan kata 'asam'.
Untuk senyawa siklik, jika gugus karboksil terikat langsung pada cincin, sufiksnya adalah 'asam karboksilat'. Contohnya, gugus karboksil yang terikat pada cincin sikloheksana disebut 'asam sikloheksana karboksilat'.
Banyak asam karboksilat sederhana lebih dikenal dengan nama umum yang berasal dari sumber asalnya (latin atau yunani). Nama-nama ini masih digunakan secara luas dalam industri dan kimia sehari-hari:
Dalam sistem penamaan umum, posisi substituen sering ditunjukkan dengan huruf Yunani (α, β, γ, δ, ...), di mana karbon alfa (α) adalah karbon yang terikat langsung pada karbon karboksil, karbon beta (β) adalah karbon berikutnya, dan seterusnya. Ini sangat penting dalam menggambarkan reaksi substitusi halogen, seperti reaksi Hell-Volhard-Zelinsky (HVZ).
Gugus karboksil memiliki geometri yang planar (datar). Atom karbon karbonil berhibridisasi sp², dengan sudut ikatan mendekati 120°. Karena adanya dua atom oksigen yang sangat elektronegatif yang terikat pada karbon yang sama, polaritas ikatan sangat tinggi, dan ini mendominasi sifat fisik dan reaktivitas kimia senyawa tersebut.
Asam karboksilat menunjukkan beberapa sifat fisik yang sangat kontras dibandingkan dengan alkana, aldehida, atau bahkan alkohol dengan berat molekul yang sebanding. Kontras ini sebagian besar disebabkan oleh kemampuan mereka membentuk ikatan hidrogen yang sangat kuat dan efektif.
Asam karboksilat memiliki titik didih yang jauh lebih tinggi daripada alkohol yang setara. Hal ini disebabkan oleh pembentukan dimer asam karboksilat, di mana dua molekul asam saling berikatan melalui dua ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen rangkap dua ini menciptakan struktur yang sangat stabil dan membutuhkan energi termal yang jauh lebih besar untuk diputus, sehingga meningkatkan titik didih secara signifikan.
Asam karboksilat dengan rantai pendek (hingga empat karbon) seperti asam format, asetat, dan propanoat, bersifat sangat larut dalam air. Kelarutan ini disebabkan oleh ikatan hidrogen kuat yang terbentuk antara gugus karboksil dan molekul air. Namun, seiring bertambahnya panjang rantai hidrokarbon (bagian non-polar) yang lebih dari lima karbon, kelarutan dalam air akan menurun drastis, dan mereka akan menjadi lebih larut dalam pelarut organik non-polar.
Asam karboksilat adalah asam organik yang relatif kuat. Nilai pKa mereka biasanya berkisar antara 3 hingga 5. Sebagai perbandingan, nilai pKa alkohol jauh lebih tinggi (sekitar 16-18), menunjukkan bahwa alkohol adalah asam yang jauh lebih lemah.
Keasaman asam karboksilat dijelaskan oleh dua faktor utama:
Setelah asam karboksilat (RCOOH) kehilangan proton (H⁺), ia membentuk ion karboksilat (RCOO⁻). Muatan negatif pada ion karboksilat tidak terlokalisasi pada satu atom oksigen, tetapi terdelokalisasi (disebar) secara merata di antara kedua atom oksigen melalui resonansi. Kedua struktur resonansi ini setara dalam energi, sehingga ion karboksilat menjadi sangat stabil. Semakin stabil basa konjugatnya, semakin kuat asam asalnya.
Keasaman asam karboksilat sangat dipengaruhi oleh sifat gugus substituen (R) yang terikat pada karbon karboksil. Gugus penarik elektron (seperti halogen, NO₂, atau CN) meningkatkan keasaman. Gugus-gugus ini membantu menarik kerapatan elektron menjauh dari gugus karboksil, lebih lanjut menstabilkan muatan negatif pada ion karboksilat dan memudahkan pelepasan H⁺.
Sebaliknya, gugus pendorong elektron (seperti gugus alkil) sedikit melemahkan keasaman karena mendestabilisasi ion karboksilat dengan mendorong lebih banyak kerapatan elektron ke area yang sudah bermuatan negatif.
Dalam laboratorium dan industri, terdapat berbagai rute untuk membuat asam karboksilat, tergantung pada ketersediaan bahan awal dan panjang rantai yang diinginkan.
Ini adalah metode sintesis yang paling umum untuk mendapatkan asam karboksilat dengan jumlah karbon yang sama dengan bahan awal. Oksidasi alkohol primer (RCH₂OH) dan aldehida (RCHO) menghasilkan asam karboksilat.
Hidrolisis nitril (R-CN) merupakan metode yang sangat penting karena memungkinkan penambahan satu atom karbon ke rantai induk, menjadikannya metode rantai-pemanjangan yang efektif. Nitril dapat dibuat dari alkil halida melalui reaksi substitusi nukleofilik menggunakan sianida (CN⁻).
Hidrolisis nitril dilakukan dalam kondisi asam kuat atau basa kuat, biasanya dengan pemanasan.
Reaksi Grignard dengan karbon dioksida (CO₂) adalah cara yang luar biasa efisien untuk membentuk ikatan karbon-karbon dan selalu menghasilkan asam karboksilat dengan satu karbon lebih banyak daripada halida awal. Reaksi ini melibatkan dua langkah:
Metode ini sangat serbaguna karena dapat diterapkan pada berbagai jenis alkil dan aril halida, memberikan kontrol yang baik terhadap struktur akhir.
Gugus alkil yang terikat pada cincin benzena dapat dioksidasi secara selektif menjadi gugus karboksil (COOH), asalkan terdapat minimal satu atom hidrogen benzilik (α-H). Reagen yang umum digunakan adalah KMnO₄ panas atau Na₂Cr₂O₇.
Berapapun panjang rantai alkilnya, ia akan terputus hingga tersisa gugus karboksil. Contoh klasik adalah oksidasi toluena menjadi asam benzoat.
Reaktivitas asam karboksilat berpusat pada ikatan karbonil (seperti aldehida/keton) dan sifat keasamannya. Namun, reaksi khas yang dialaminya adalah substitusi nukleofilik pada asil.
Reaksi paling penting dari asam karboksilat adalah pembentukan turunan, di mana gugus hidroksil (-OH) digantikan oleh nukleofil lain. Semua turunan (ester, amida, anhidrida, halida asil) dapat dibuat dari asam karboksilat, meskipun laju reaksinya bervariasi.
Esterifikasi adalah reaksi asam karboksilat dengan alkohol dalam kondisi katalis asam kuat (misalnya, H₂SO₄). Reaksi ini bersifat reversibel, dan untuk mendorong kesetimbangan ke arah produk, air yang terbentuk harus dihilangkan, atau salah satu reaktan (alkohol atau asam) harus digunakan secara berlebihan.
Mekanismenya melibatkan protonasi oksigen karbonil untuk meningkatkan keelektrofilan karbon karbonil, diikuti oleh serangan nukleofilik alkohol, dan diakhiri dengan eliminasi air.
Amida (RCONH₂) adalah turunan yang sangat stabil. Reaksi langsung antara asam karboksilat dan amina biasanya menghasilkan garam amonium karboksilat. Untuk menghasilkan amida, garam amonium ini harus dipanaskan hingga suhu tinggi (biasanya di atas 150°C) untuk menghilangkan molekul air.
Halida asil (khususnya klorida asil, RCOCl) adalah turunan yang paling reaktif dan merupakan perantara kunci dalam sintesis turunan lain. Asam karboksilat tidak dapat diubah langsung menjadi klorida asil hanya dengan HCl. Diperlukan reagen pengklorinasi kuat seperti tionil klorida (SOCl₂) atau fosfor triklorida (PCl₃).
Anhidrida karboksilat dapat dibentuk melalui dehidrasi termal (penghilangan air) dari dua molekul asam karboksilat, meskipun ini seringkali hanya praktis untuk anhidrida siklik (misalnya, anhidrida ftalat).
Reduksi asam karboksilat menghasilkan alkohol primer (RCH₂OH). Karena asam karboksilat relatif kurang reaktif terhadap hidrida nukleofilik dibandingkan aldehida atau keton, dibutuhkan reagen pereduksi yang sangat kuat, seperti Litium Aluminium Hidrida (LiAlH₄).
Borana (BH₃) juga merupakan pereduksi yang selektif untuk gugus karboksil. Perlu dicatat bahwa reagen yang lebih lembut seperti Natrium Borohidrida (NaBH₄) tidak cukup kuat untuk mereduksi asam karboksilat.
Reaksi Hell-Volhard-Zelinsky (HVZ) memungkinkan substitusi atom hidrogen pada posisi alfa (α) dengan atom halogen (biasanya Br atau Cl). Reaksi ini memanfaatkan tautomerisasi keto-enol yang terjadi dengan bantuan fosfor trihalida (PBr₃ atau PCl₃) dan halogen (X₂). Produk akhirnya adalah asam α-halo karboksilat, yang merupakan perantara yang sangat berguna untuk sintesis asam amino atau asam hidroksi.
Turunan asam karboksilat adalah senyawa yang dihasilkan dari penggantian gugus -OH pada asam karboksilat dengan gugus lain. Keempat turunan utama adalah halida asil, anhidrida, ester, dan amida. Reaktivitas mereka didasarkan pada kemampuan gugus pergi (leaving group) yang terikat pada karbon karbonil.
Reaktivitas turunan asam karboksilat terhadap substitusi asil nukleofilik menurun sesuai dengan urutan: Halida Asil > Anhidrida > Ester ≈ Asam Karboksilat > Amida.
Urutan ini berkorelasi langsung dengan kemampuan gugus pergi. Ion halida (Cl⁻) adalah gugus pergi yang sangat baik (basa lemah), sedangkan ion amida (NH₂⁻) adalah basa yang sangat kuat dan gugus pergi yang buruk, sehingga amida menjadi turunan yang paling stabil.
Halida asil, terutama klorida asil, adalah yang paling reaktif. Reaktivitas ekstrem ini menjadikannya reagen yang sangat penting dalam sintesis laboratorium untuk membuat ester dan amida dalam kondisi ringan yang tidak memerlukan katalis asam atau pemanasan tinggi.
Anhidrida terbentuk dari penggabungan dua molekul asam karboksilat dengan hilangnya air. Mereka sedikit kurang reaktif dibandingkan halida asil karena gugus karboksilat (RCOO⁻) adalah gugus pergi yang lebih lemah daripada halida.
Ester dikenal karena aroma buahnya yang menyenangkan dan digunakan secara luas sebagai pelarut dan agen pemberi rasa. Ester memiliki reaktivitas sedang, lebih reaktif daripada amida tetapi kurang reaktif daripada anhidrida.
Amida adalah turunan yang paling stabil dan memiliki sifat ikatan hidrogen yang unik, membuatnya sering menjadi padatan pada suhu kamar. Stabilitas amida disebabkan oleh karakter parsial ikatan rangkap pada ikatan C-N, yang menstabilkan struktur dan membuat gugus amida menjadi gugus pergi yang buruk.
Beberapa kelas asam karboksilat memiliki peran khusus baik di alam maupun di industri, terutama asam dikarboksilat dan asam lemak.
Asam dikarboksilat mengandung dua gugus karboksil (-COOH). Kehadiran gugus karboksil kedua secara signifikan memengaruhi keasaman yang pertama karena efek induktif yang kuat.
Pada asam dikarboksilat, pKa₁ selalu lebih rendah (lebih asam) daripada asam monokarboksilat, sedangkan pKa₂ selalu lebih tinggi (lebih basa) daripada pKa asam monokarboksilat yang setara. Hal ini karena setelah pelepasan proton pertama, gugus karboksil kedua harus melepaskan proton dari molekul yang sudah bermuatan negatif, yang secara elektrostatik kurang disukai.
Asam lemak adalah asam karboksilat alifatik berantai panjang (biasanya 12 hingga 20 karbon). Mereka adalah komponen struktural utama lipid, trigliserida, dan fosfolipid, yang vital untuk membran sel dan penyimpanan energi.
Reaksi hidrolisis basa (saponifikasi) dari trigliserida menghasilkan garam karboksilat (sabun) dan gliserol. Bagian hidrokarbon yang panjang bersifat non-polar (hidrofobik) dan bagian karboksilat bersifat ionik/polar (hidrofilik), memungkinkan sabun membentuk misel untuk membersihkan lemak dan minyak.
Asam karboksilat aromatik adalah senyawa di mana gugus karboksil terikat langsung pada cincin aromatik, seperti benzena. Asam benzoat adalah anggota paling dasar dan paling penting dari kelas ini.
Asam benzoat adalah padatan kristal putih yang dapat disublimasi. Keasamannya sedikit lebih kuat (pKa ≈ 4.19) daripada asam alifatik sederhana seperti asam asetat (pKa ≈ 4.76). Peningkatan keasaman ini sebagian disebabkan oleh efek induktif minor dari cincin aromatik, tetapi juga stabilisasi resonansi yang efektif dari ion benzoat yang dihasilkan.
Gugus karboksil (-COOH) adalah gugus penarik elektron yang kuat. Dalam reaksi substitusi elektrofilik aromatik (SEA), gugus karboksil bersifat meta-pengarah dan mendeaktivasi cincin. Ini berarti bahwa substituen elektrofilik berikutnya akan diarahkan ke posisi meta (3 atau 5) dan laju reaksinya akan lebih lambat daripada benzena murni. Misalnya, nitrasi asam benzoat menghasilkan asam m-nitrobenzoat.
Asam ftalat adalah asam dikarboksilat yang penting. Isomer asam ftalat (asam 1,2-benzena dikarboksilat) digunakan secara ekstensif dalam pembuatan polimer (alkid resin) dan ftalat plastisator. Pemanasan asam ftalat mudah menyebabkan pembentukan anhidrida ftalat siklik, yang merupakan perantara penting dalam industri polimer dan pewarna.
Asam karboksilat dan turunan kimianya adalah bahan baku utama yang menyentuh hampir setiap sektor industri modern, dari makanan hingga farmasi dan bahan canggih.
Banyak obat penting mengandung gugus karboksilat atau disintesis dari turunannya:
Reaksi pembentukan amida dan ester sangat penting dalam produksi serat sintetis dan plastik.
Pelarut organik seperti etil asetat dan butil asetat (ester) diproduksi dalam volume besar. Selain itu, asam karboksilat rantai panjang berfungsi sebagai dasar untuk produksi pelumas sintetis, lilin, dan pelapis permukaan.
Memahami bagaimana asam karboksilat bereaksi memerlukan pemahaman mendalam tentang sifat gugus karboksil sebagai gugus penarik elektron yang melemahkan ikatan C-O dari gugus -OH dan sekaligus meningkatkan elektrofilisitas karbon karbonil. Semua reaksi substitusi nukleofilik asil mengikuti mekanisme penambahan-eliminasi tetrahedral.
Reaksi turunan asam karboksilat melibatkan serangan nukleofil pada karbon karbonil, menghasilkan zat antara tetrahedral. Zat antara ini tidak stabil karena memiliki muatan negatif pada oksigen karbonil dan mengandung gugus pergi (L).
Langkah-langkah umum:
Pada asam karboksilat (L = OH), gugus hidroksil (OH⁻) adalah gugus pergi yang buruk. Oleh karena itu, asam karboksilat seringkali memerlukan katalis asam (untuk memprotonasi oksigen karbonil) atau harus diubah terlebih dahulu menjadi halida asil (di mana L = Cl⁻) agar reaksinya dapat berlangsung cepat.
Esterifikasi Fischer adalah contoh klasik dari katalisis asam. Katalis asam berfungsi untuk memprotonasi atom oksigen karbonil, yang secara signifikan meningkatkan muatan positif parsial pada karbon karbonil, menjadikannya target yang jauh lebih baik bagi nukleofil lemah seperti alkohol.
Di sisi lain, hidrolisis basa (saponifikasi) bekerja tanpa katalis karena ion hidroksida (OH⁻) adalah nukleofil yang sangat kuat. Reaksi ini irreversibel (tidak dapat balik) karena asam karboksilat yang terbentuk segera terdeprotonasi oleh basa kuat (OH⁻), menghasilkan ion karboksilat yang stabil, sehingga kesetimbangan terdorong sepenuhnya ke arah produk.
Dekarboksilasi adalah hilangnya karbon dioksida (CO₂) dari gugus karboksil. Kebanyakan asam karboksilat alifatik stabil terhadap dekarboksilasi kecuali dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi. Namun, asam yang memiliki gugus penarik elektron pada posisi β dari gugus karboksil, terutama asam β-keto dan asam malonat, mudah mengalami dekarboksilasi pada pemanasan sedang.
Mekanisme dekarboksilasi asam β-keto melibatkan pembentukan zat antara transisi siklik enam anggota, yang menghasilkan enol dan CO₂. Enol kemudian tautomerisasi menjadi keton yang stabil. Kemudahan dekarboksilasi ini merupakan ciri khas yang dimanfaatkan dalam sintesis asetoasetat dan ester malonat.
Banyak reaksi asam karboksilat, seperti esterifikasi, merupakan reaksi kesetimbangan. Untuk mencapai rendemen produk yang tinggi, prinsip Le Chatelier harus diterapkan, biasanya dengan menghilangkan salah satu produk (misalnya, air melalui distilasi azeotropik) atau menggunakan salah satu reaktan dalam jumlah berlebih.
Dalam sintesis, turunan yang lebih reaktif selalu dapat diubah menjadi turunan yang kurang reaktif, namun tidak sebaliknya dalam satu langkah langsung yang sederhana. Misalnya, klorida asil dapat diubah menjadi amida, ester, atau anhidrida. Namun, amida tidak dapat langsung diubah menjadi klorida asil tanpa melalui aktivasi, biasanya melibatkan konversi kembali ke asam karboksilat terlebih dahulu, yang menyoroti hierarki reaktivitas yang ketat dalam substitusi asil nukleofilik.
Asam karboksilat mewakili salah satu kelas fungsional yang paling fleksibel dan fundamental dalam kimia organik. Kombinasi unik dari gugus karbonil dan hidroksil memberikan sifat keasaman yang signifikan, kemampuan membentuk ikatan hidrogen rangkap, dan reaktivitas yang terpusat pada substitusi asil nukleofilik.
Dari asam format sederhana yang ditemukan di alam hingga asam lemak kompleks yang membentuk struktur biologis, dan turunan seperti poliester dan nilon, asam karboksilat adalah inti dari ilmu material, farmasi, dan biokimia. Penguasaan sifat-sifat asam karboksilat dan berbagai turunan reaktifnya adalah kunci untuk memahami sintesis molekul organik kompleks dan mengembangkan inovasi industri baru.