Askorbat, atau yang lebih dikenal sebagai Vitamin C, adalah nutrisi esensial yang memainkan peran fundamental dalam berbagai proses biokimia dan fisiologis tubuh. Keberadaannya sangat penting bagi mamalia, meskipun manusia—bersama beberapa primata, babi Guinea, dan kelelawar buah—kehilangan kemampuan untuk mensintesis senyawa ini secara endogen. Ketiadaan enzim L-gulonolactone oksidase dalam jalur biosintesis glukosa telah menjadikan askorbat sebagai molekul yang harus dipasok melalui diet, menjadikannya 'vitamin' dalam konteks nutrisi manusia.
Ilustrasi molekul asam askorbat (Vitamin C) yang menunjukkan struktur kimianya yang esensial.
Secara kimiawi, askorbat adalah turunan dari heksosa, dan nama kimianya yang paling umum adalah L-(+)-asam askorbat. Senyawa ini merupakan asam lakton yang larut dalam air dan memiliki sifat pereduksi kuat. Sifat pereduksi inilah yang mendasari fungsi utamanya sebagai antioksidan dalam sistem biologis. Asam askorbat dapat dengan mudah melepaskan dua elektron dari dua grup hidroksil yang terikat pada karbon 2 dan 3, menjadikannya donor elektron yang sangat efektif.
Molekul askorbat ditandai dengan adanya cincin lakton beranggota lima dan dua ikatan rangkap yang berdekatan. Dalam larutan, askorbat berada dalam kesetimbangan dengan bentuk deprotonasinya—ion askorbat. Ion askorbat merupakan bentuk dominan pada pH fisiologis (sekitar 7.4), dan bentuk inilah yang paling sering berinteraksi dalam proses enzimatik dan redoks. Stabilitas askorbat sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Panas, cahaya, oksigen, dan keberadaan ion logam transisi, terutama tembaga dan besi, dapat mempercepat dekomposisi askorbat, yang dikenal sebagai oksidasi ireversibel. Proses oksidasi tahap pertama menghasilkan asam dehidroaskorbat (DHA), yang masih aktif secara biologis dan dapat direduksi kembali menjadi askorbat melalui enzim seperti dehidroaskorbat reduktase. Namun, jika DHA terhidrolisis lebih lanjut, ia membentuk asam 2,3-diketogulonat, yang kehilangan aktivitas biologisnya.
Askorbat berperan dalam siklus redoks berulang:
Penyerapan dan distribusi askorbat diatur secara ketat. Di saluran pencernaan dan sel-sel target, askorbat diserap melalui dua mekanisme utama yang memungkinkannya melintasi membran lipid yang hidrofobik:
Kontrol ketat ini memastikan bahwa konsentrasi askorbat yang sangat tinggi dipertahankan dalam jaringan tertentu, jauh melebihi konsentrasi plasma. Jaringan dengan permintaan metabolik tinggi, seperti kelenjar adrenal (tempat sintesis hormon stres), otak, dan sel-sel imun, dapat menahan konsentrasi askorbat 10 hingga 100 kali lebih tinggi daripada serum.
Peran askorbat melampaui sekadar antioksidan. Ia adalah kofaktor esensial untuk setidaknya delapan enzim yang terlibat dalam hidrolisis dan amidasi, yang sangat krusial bagi modifikasi pasca-translasi protein dan biosintesis molekul sinyal. Peran kofaktor ini umumnya melibatkan stabilisasi atau regenerasi atom besi (Fe2+) atau tembaga (Cu+) pada situs aktif enzim, memastikan enzim dapat terus berfungsi.
Mungkin peran askorbat yang paling terkenal adalah dalam sintesis kolagen, protein struktural paling melimpah di tubuh. Kolagen memberikan kekuatan tarik pada kulit, pembuluh darah, tendon, ligamen, dan tulang. Proses sintesis kolagen melibatkan dua enzim hidroksilase penting yang bergantung pada askorbat:
Enzim ini mengkatalisis hidroksilasi residu prolin dalam rantai prekursor prokolagen (rantai alfa). Hidroksiproksilin yang dihasilkan sangat penting untuk membentuk struktur heliks rangkap tiga yang stabil dan kuat. Jika askorbat tidak tersedia, prolin tidak terhidroksilasi secara efektif, dan molekul kolagen yang cacat (tidak stabil secara termal) disekresikan. Kolagen yang lemah ini mendasari gejala utama penyakit defisiensi, skorbut.
Enzim ini mengkatalisis hidroksilasi residu lisin. Hidroksilisin diperlukan untuk pembentukan ikatan silang antar molekul kolagen, yang meningkatkan kekuatan dan rigiditas matriks ekstraseluler. Kekurangan askorbat mengakibatkan ikatan silang yang buruk, menyebabkan kerapuhan jaringan ikat. Kerusakan ini termanifestasi dalam kapiler yang rapuh, pendarahan gusi, dan penyembuhan luka yang terganggu.
Ketidakmampuan untuk mempertahankan aktivitas enzim hidroksilase ini tanpa askorbat secara langsung menyebabkan kegagalan integritas struktur di seluruh sistem tubuh, mulai dari kerapuhan tulang hingga pecahnya kapiler kecil di bawah kulit. Regenerasi Fe2+ pada situs aktif enzim oleh askorbat adalah kunci keberlanjutan proses ini.
Askorbat juga bertindak sebagai kofaktor untuk enzim-enzim yang memediasi respons stres dan transmisi saraf:
Karnitin adalah molekul yang penting untuk transportasi asam lemak rantai panjang ke dalam mitokondria, di mana ia dioksidasi untuk menghasilkan energi (ATP). Sintesis karnitin memerlukan dua hidroksilase yang bergantung pada besi dan, secara tidak langsung, askorbat: Trimethyllysine hidroksilase dan Gamma-butyrobetaine hidroksilase. Defisiensi askorbat yang parah dapat mengganggu produksi karnitin, yang berpotensi menyebabkan kelelahan ekstrem akibat gangguan oksidasi asam lemak.
Sebagai antioksidan larut air yang paling kuat, askorbat berfungsi melindungi biomolekul dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh spesies oksigen reaktif (ROS) dan spesies nitrogen reaktif (RNS). Peran ini sangat vital dalam lingkungan akuatik sel, seperti sitoplasma, dan di luar sel, seperti plasma dan cairan ekstraseluler.
Askorbat secara efektif menetralkan radikal bebas yang sangat merusak seperti radikal hidroksil (•OH), radikal peroksil (ROO•), dan oksigen singlet. Ia melakukan ini dengan mendonorkan satu atau dua elektron, mengubah radikal bebas menjadi molekul yang tidak reaktif. Ketika askorbat mendonorkan elektron, ia sendiri teroksidasi menjadi radikal semidehidroaskorbat (AH•). Meskipun AH• adalah radikal, ia memiliki stabilitas yang jauh lebih besar dan jauh kurang reaktif dibandingkan radikal bebas yang dinetralkan.
Fungsi askorbat diperkuat melalui interaksi sinergis dengan antioksidan lain, terutama vitamin E (tokoferol). Vitamin E adalah antioksidan larut lemak yang melindungi membran sel dari peroksidasi lipid. Ketika vitamin E menetralkan radikal lipid, ia menjadi radikal tokoferoksil. Askorbat kemudian meregenerasi vitamin E teroksidasi ini kembali ke bentuk aktifnya, sehingga memungkinkan vitamin E untuk terus menjalankan fungsinya. Interaksi ini menunjukkan peran askorbat sebagai "antioksidan terminal" yang membantu menjaga kapasitas antioksidan sel secara keseluruhan.
Dengan mengurangi stres oksidatif secara keseluruhan, askorbat membantu melindungi komponen seluler kritis. Dalam DNA, ia mengurangi pembentukan lesi oksidatif seperti 8-okso-2'-deoksiguanosin. Dalam membran sel, ia bekerja dengan vitamin E untuk mencegah inisiasi dan propagasi peroksidasi lipid, menjaga integritas struktural dan fungsional sel, terutama di sel-sel yang sangat terpapar seperti sel paru-paru dan sel imun.
Askorbat memainkan peran ganda dalam metabolisme besi. Di satu sisi, ia meningkatkan penyerapan besi non-heme di usus dengan mereduksi besi ferri (Fe3+) menjadi besi ferro (Fe2+), yang lebih mudah diserap. Di sisi lain, askorbat harus dikelola dengan hati-hati dalam sel yang memiliki kelebihan besi. Besi bebas (Fe2+) dapat berpartisipasi dalam reaksi Fenton, menghasilkan radikal hidroksil yang sangat reaktif. Meskipun askorbat adalah antioksidan, jika konsentrasinya terlalu tinggi di hadapan besi bebas berlebih, ia dapat bertindak sebagai pro-oksidan—sebuah konsep yang menjadi dasar terapi askorbat dosis tinggi dalam konteks tertentu.
Kemampuan unik askorbat untuk bertindak sebagai pro-oksidan dalam kondisi tertentu (terutama dalam lingkungan mikro sel kanker yang kaya besi dan hidrogen peroksida) merupakan fokus penelitian intensif. Pada dosis farmakologis intravena, askorbat dapat menghasilkan hidrogen peroksida (H₂O₂). H₂O₂ ini, yang biasanya dinetralisir dengan cepat oleh sel normal, menjadi toksik bagi sel kanker yang seringkali kekurangan katalase, menyebabkan kerusakan oksidatif spesifik pada tumor.
Defisiensi askorbat menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai skorbut. Penyakit ini memiliki sejarah panjang, sering menyerang pelaut dan populasi yang kekurangan akses ke buah dan sayuran segar. Skorbut adalah manifestasi sistemik dari kegagalan sintesis kolagen yang bergantung pada askorbat, yang mempengaruhi jaringan ikat di seluruh tubuh.
Setelah simpanan tubuh berkurang drastis—biasanya setelah 1 hingga 3 bulan tanpa asupan yang memadai—gejala mulai muncul. Manifestasi klinis skorbut dikelompokkan berdasarkan sistem yang paling bergantung pada kolagen yang stabil:
Kelemahan dinding pembuluh darah, terutama kapiler, adalah tanda khas. Kapiler menjadi sangat rapuh karena kurangnya hidroksiprolin yang stabil pada kolagen subendotel. Hal ini menyebabkan pendarahan spontan:
Dalam skorbut, sintesis kolagen baru sangat terganggu, yang menghambat proses perbaikan normal. Luka lama dapat terbuka kembali, dan luka baru gagal sembuh. Pada anak-anak, skorbut dapat menyebabkan pendarahan subperiosteal (di bawah membran tulang) dan gangguan pertumbuhan tulang (penyakit Moeller-Barlow), karena kegagalan matriks tulang yang baru disintesis untuk termineralisasi dengan benar. Sendi bisa membengkak dan terasa sakit akibat pendarahan di ruang sendi.
Kelelahan, malaise, dan depresi merupakan gejala awal yang umum, sering dikaitkan dengan gangguan sintesis karnitin dan norepinefrin. Pada kasus yang parah, anemia (seringkali mikrositik karena gangguan penyerapan besi atau normositik karena kehilangan darah) dapat terjadi, bersama dengan neuropati dan miopati (kelemahan otot).
Diagnosis skorbut bersifat klinis dan dapat dikonfirmasi dengan mengukur kadar askorbat plasma atau leukosit. Untungnya, skorbut merespons pengobatan askorbat oral dosis tinggi dengan sangat cepat. Perdarahan umumnya berhenti dalam 24-48 jam, dan penyembuhan luka dimulai dalam beberapa hari.
Farmakokinetik askorbat sangat non-linear, yang berarti bahwa persentase penyerapan menurun secara signifikan seiring peningkatan dosis oral. Tubuh memiliki mekanisme ketat untuk mengontrol tingkat askorbat.
Pada dosis rendah (hingga 200 mg), askorbat diserap hampir sepenuhnya di usus halus melalui transporter SVCT1. Namun, ketika dosis oral melebihi batas ini (misalnya, 1-2 gram), mekanisme penyerapan menjadi jenuh. Akibatnya, askorbat yang tidak terserap tetap berada di lumen usus, menarik air, dan dapat menyebabkan gejala gastrointestinal seperti diare. Bioavailabilitas oral maksimum diperkirakan sekitar 80% pada dosis 100 mg, tetapi turun menjadi kurang dari 50% pada dosis 1000 mg.
Setelah diserap, kelebihan askorbat yang tidak dibutuhkan oleh jaringan target akan difiltrasi di ginjal. Di sini, sebagian besar askorbat direabsorpsi kembali ke dalam darah oleh SVCT1, mencegah pemborosan nutrisi penting ini. Ketika konsentrasi plasma melebihi ambang batas ginjal (sekitar 70–90 µM), reabsorpsi menjadi jenuh, dan kelebihan askorbat diekskresikan dalam urin.
RDA dirancang untuk mencegah skorbut dan memastikan saturasi minimal plasma. Rekomendasi bervariasi:
Dosis ini cukup untuk mencapai saturasi neutrofil (sel darah putih) yang merupakan indikator simpanan tubuh yang baik. Namun, RDA ini jauh lebih rendah daripada dosis yang sering digunakan dalam aplikasi klinis untuk tujuan terapeutik (dosis megadosis).
Askorbat memiliki toksisitas yang sangat rendah. Batas Toleransi Atas (UL) ditetapkan pada 2000 mg (2 gram) per hari. UL ini didasarkan pada efek samping gastrointestinal (diare osmotik) yang dihasilkan dari askorbat yang tidak terserap, bukan toksisitas organ yang sebenarnya. Tidak ada bukti kuat bahwa asupan askorbat dosis tinggi menyebabkan kerusakan ginjal atau pembentukan batu ginjal pada individu sehat, meskipun pasien dengan riwayat hiperoksaluria atau gagal ginjal harus berhati-hati karena askorbat dapat dimetabolisme menjadi oksalat.
Ekskresi oksalat, produk metabolik askorbat, adalah kekhawatiran teoritis. Sekitar 30-40% askorbat yang dicerna dapat dimetabolisme menjadi oksalat, yang kemudian diekskresikan. Namun, studi telah menunjukkan bahwa bahkan dosis oral sangat tinggi jarang meningkatkan ekskresi oksalat urin secara signifikan pada individu sehat, karena mekanisme penyerapan dan metabolisme telah mencapai titik jenuh.
Askorbat adalah pemain kunci dalam sistem kekebalan tubuh, mendukung fungsi baik kekebalan bawaan (innate) maupun adaptif. Selain itu, perannya dalam sintesis kolagen menjadikannya vital untuk kesehatan vaskular.
Sel-sel kekebalan, seperti neutrofil dan monosit, mengakumulasi askorbat pada konsentrasi yang sangat tinggi (hingga 100 kali lipat konsentrasi plasma). Askorbat memainkan beberapa peran penting di sini:
Oleh karena itu, suplemen askorbat, terutama pada populasi dengan status Vitamin C yang rendah atau selama infeksi parah (seperti sepsis), dapat mempersingkat durasi gejala dan mengurangi keparahan penyakit.
Jaringan vaskular sangat sensitif terhadap stres oksidatif. Askorbat sangat penting dalam menjaga fungsi normal endotel (lapisan sel di dalam pembuluh darah).
Askorbat meningkatkan bioavailabilitas Nitrit Oksida (NO). NO adalah vasodilator kunci yang diproduksi oleh enzim NO sintase (eNOS). Stres oksidatif dapat mengubah NO menjadi spesies reaktif (seperti peroksinitrit), mengurangi ketersediaan NO, dan menyebabkan disfungsi endotel (kekakuan pembuluh darah). Askorbat, dengan menetralkan radikal bebas, membantu menjaga eNOS berfungsi optimal dan melindungi NO dari inaktivasi, sehingga mendukung relaksasi pembuluh darah dan regulasi tekanan darah.
Selain itu, askorbat adalah kofaktor untuk sintesis kolagen tipe IV, yang merupakan komponen utama membran basal vaskular. Mempertahankan kolagen vaskular yang kuat sangat penting untuk mencegah aterosklerosis dan pecahnya pembuluh darah.
Dosis farmakologis askorbat—biasanya diberikan secara intravena (IV) untuk menghindari batasan penyerapan usus dan mencapai konsentrasi plasma yang sangat tinggi—telah dieksplorasi secara luas dalam konteks klinis, terutama onkologi dan manajemen infeksi akut.
Ketika askorbat diberikan secara IV pada dosis yang sangat tinggi (misalnya, 50 hingga 100 gram), konsentrasi plasma dapat mencapai 10 hingga 20 mM (milimolar), tingkat yang tidak mungkin dicapai melalui rute oral. Pada konsentrasi tinggi ini, mekanisme aksi askorbat bergeser dari antioksidan menjadi pro-oksidan:
Mekanisme ganda ini menjadikan askorbat dosis tinggi sebagai agen potensial untuk terapi komplementer dalam beberapa jenis kanker, meskipun masih banyak penelitian yang diperlukan untuk mendefinisikan protokol dan efikasi yang optimal.
Pada kondisi kritis seperti sepsis (infeksi sistemik yang mengancam jiwa), terjadi badai sitokin dan stres oksidatif masif yang menguras simpanan askorbat tubuh dengan cepat. Studi telah meneliti penggunaan askorbat IV dosis tinggi sebagai bagian dari protokol resusitasi. Tujuannya adalah untuk mengembalikan fungsi endotel yang rusak oleh stres oksidatif, mengurangi kebutuhan vasopresor (obat yang menaikkan tekanan darah), dan memodulasi respons inflamasi yang berlebihan. Meskipun hasilnya menjanjikan, ini tetap merupakan area penelitian aktif yang membutuhkan konsensus klinis lebih lanjut.
Askorbat tidak bekerja dalam isolasi; ia berinteraksi dengan nutrisi lain dan dipengaruhi oleh faktor-faktor gaya hidup.
Seperti yang telah dibahas, askorbat sangat meningkatkan penyerapan zat besi non-heme. Ini sangat penting bagi individu vegetarian atau mereka yang berisiko anemia defisiensi besi. Namun, bagi penderita hemochromatosis (penumpukan besi berlebihan), asupan askorbat harus dikontrol ketat untuk mencegah kelebihan penyerapan yang lebih lanjut.
Dalam konteks tembaga, askorbat dapat berinteraksi dengan tembaga yang terikat pada seruloplasmin. Dalam dosis yang sangat besar, ada kekhawatiran teoritis bahwa askorbat dapat mengurangi tembaga, meskipun ini jarang terjadi dalam dosis normal dan biasanya hanya menjadi masalah pada pasien yang sudah memiliki masalah metabolisme tembaga yang parah (misalnya, penyakit Wilson).
Secara keseluruhan, askorbat berdiri sebagai molekul yang multifaset—antioksidan pelindung di dalam matriks air sel, kofaktor penting untuk biosintesis struktural dan pensinyalan, serta agen pro-oksidan yang potensial pada dosis farmakologis tinggi. Pemahaman yang mendalam tentang kimia dan farmakokinetiknya adalah kunci untuk memanfaatkan seluruh potensi kesehatan dari vitamin esensial ini.
Kemampuan unik askorbat untuk mengelola status redoks sel menjadikannya subjek penelitian yang berkelanjutan dalam penuaan, neurodegenerasi (mengingat konsentrasi tinggi di otak), dan pencegahan penyakit kronis. Meskipun sudah ditemukan berabad-abad yang lalu, peran biologis askorbat yang luas terus memberikan wawasan baru tentang kesehatan manusia dan kebutuhan nutrisi yang optimal. Fungsi askorbat dalam regenerasi kolagen, misalnya, tidak hanya relevan untuk mencegah skorbut tetapi juga untuk menjaga elastisitas kulit dan kekuatan tendon seiring bertambahnya usia, di mana penurunan sintesis kolagen adalah ciri khas.
Analisis mendalam mengenai peran askorbat dalam kesehatan tulang menyoroti pentingnya molekul ini bukan hanya sebagai komponen matriks organik kolagen tetapi juga dalam regulasi osteoblas (sel pembentuk tulang). Askorbat merangsang diferensiasi dan fungsi osteoblas. Tanpa askorbat yang memadai, proses pembentukan tulang baru terhenti, yang menjelaskan mengapa defisiensi parah pada anak-anak dapat menyebabkan kelainan tulang yang signifikan. Selain itu, aktivitas antioksidannya membantu menyeimbangkan proses resorpsi dan pembentukan tulang dengan menekan stres oksidatif pada sumsum tulang.
Melanjutkan pembahasan tentang fungsi endokrin, askorbat juga diketahui berperan dalam regulasi steroidogenesis di kelenjar adrenal. Konsentrasi askorbat yang sangat tinggi di korteks adrenal (bagian luar kelenjar) diperlukan untuk melindungi enzim P450 yang terlibat dalam sintesis hormon steroid dari kerusakan oksidatif yang terjadi selama proses tersebut. Perlindungan ini memastikan produksi hormon stres seperti kortisol dapat dipertahankan. Ketika tubuh berada di bawah tekanan kronis, penggunaan askorbat di adrenal sangat meningkat, yang berkontribusi pada penipisan cadangan sistemik.
Pengaruh askorbat terhadap penyerapan nutrisi lain juga patut diulas secara terperinci. Selain besi, askorbat menunjukkan potensi untuk meningkatkan penyerapan molibdenum dan vanadium. Mekanismenya seringkali melibatkan reduksi ion logam menjadi bentuk yang lebih mudah larut atau lebih diserap oleh enterosit usus. Namun, interaksi yang paling signifikan secara klinis tetap pada besi non-heme, di mana penambahan kecil askorbat (50-100 mg) pada makanan dapat meningkatkan bioavailabilitas besi hingga tiga atau empat kali lipat, sebuah strategi penting dalam mengatasi anemia di banyak negara berkembang.
Dalam konteks neurologi, askorbat adalah neuromodulator yang penting. Askorbat hadir dalam konsentrasi yang sangat tinggi di otak, khususnya di neuron dan sel glial. Fungsi utamanya di otak meliputi:
Kembali ke pembahasan mengenai metabolisme DHA. Sel-sel yang kekurangan oksigen (hipoksia) seringkali meningkatkan asupan DHA. Ini adalah mekanisme adaptif di mana sel dapat mengambil askorbat yang sangat dibutuhkan melalui transporter GLUT, yang biasanya digunakan untuk glukosa. Karena DHA memiliki struktur yang mirip dengan glukosa, persaingan untuk transporter GLUT ini menjadi penting dalam memahami bagaimana askorbat memengaruhi metabolisme energi sel, terutama dalam lingkungan hipoksia tumor atau infeksi.
Untuk melengkapi gambaran klinis, perlu dijelaskan secara detail mengenai sindrom metabolik dan resistensi insulin. Terdapat hipotesis bahwa askorbat dapat membantu meningkatkan sensitivitas insulin. Mekanisme yang diusulkan adalah bahwa askorbat, melalui fungsi antioksidannya, mengurangi stres oksidatif intraseluler yang mengganggu jalur pensinyalan insulin. Karena insulin sensitif terhadap kerusakan radikal bebas, mempertahankan tingkat askorbat yang optimal membantu menjaga fungsi reseptor insulin dan transporter glukosa, yang pada gilirannya dapat meningkatkan toleransi glukosa dan mengurangi risiko komplikasi diabetes.
Lebih lanjut tentang aspek farmakologis: Studi tentang farmakokinetik askorbat dosis tinggi (IV) mengungkapkan bahwa, meskipun konsentrasi plasma memuncak sangat tinggi, waktu paruh plasma relatif singkat (sekitar 2 jam), menuntut pemberian yang sering untuk mempertahankan efek pro-oksidan dalam terapi kanker. Sebaliknya, waktu paruh askorbat yang diberikan secara oral jauh lebih lama, karena penyerapan yang teratur dan mekanisme reabsorpsi ginjal yang efisien. Perbedaan mendasar antara farmakokinetik oral dan IV ini menentukan apakah askorbat berfungsi sebagai nutrisi (oral, mencapai tingkat mikromolar) atau obat (IV, mencapai tingkat milimolar).
Fungsi lain yang mendasar namun sering terabaikan adalah perannya dalam mendetoksifikasi histamin. Askorbat adalah salah satu molekul penting yang terlibat dalam degradasi histamin, zat kimia yang dilepaskan selama respons alergi dan inflamasi. Tingkat askorbat yang optimal telah dikaitkan dengan penurunan kadar histamin plasma, menawarkan potensi peran suportif dalam manajemen alergi dan asma, meskipun peran ini bervariasi antar individu.
Aspek keamanan askorbat juga perlu diulang dengan penekanan pada individu berisiko tinggi. Meskipun askorbat umumnya sangat aman, pasien dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) harus menghindari dosis IV tinggi. Pada pasien ini, dosis askorbat farmakologis dapat menyebabkan stres oksidatif yang parah pada eritrosit, berpotensi memicu anemia hemolitik. Skrining G6PD adalah prasyarat standar sebelum memulai terapi askorbat IV dosis tinggi.
Secara ringkas, askorbat merupakan matriks kompleks dari aktivitas biologis. Mulai dari tingkat molekuler, ia menjamin struktur protein penting (kolagen) melalui hidroksilase. Pada tingkat seluler, ia menjaga integritas membran dan melindungi materi genetik. Pada tingkat sistemik, ia mendukung respons imun yang kuat dan memastikan kesehatan vaskular melalui regulasi NO. Kekurangan sekecil apa pun dalam pasokan harian dapat, dari waktu ke waktu, mengikis fondasi kesehatan yang dibangun oleh molekul sederhana namun kuat ini. Pemeliharaan status askorbat yang memadai tidak hanya berarti menghindari skorbut tetapi juga mengoptimalkan fungsi fisiologis yang tak terhitung jumlahnya yang bergantung padanya setiap detik kehidupan.