Ilustrasi: Nabi Yunus dalam ujian kegelapan.
Kisah Nabi Yunus bin Matta adalah salah satu narasi paling kuat dalam sejarah kenabian, yang dicatat dalam kitab suci agama-agama samawi. Kisah ini tidak hanya menceritakan tentang seorang nabi yang diutus oleh Allah SWT, tetapi juga menjadi pelajaran mendalam mengenai pentingnya ketaatan penuh, risiko meninggalkan tugas dakwah, dan kekuatan iman dalam menghadapi azab terberat sekalipun.
Nabi Yunus diutus untuk berdakwah kepada penduduk Niniwe, sebuah kota besar di Mesopotamia (Irak modern) yang terkenal akan kekejaman dan kesyirikannya. Allah memerintahkan Nabi Yunus untuk memperingatkan mereka tentang azab yang akan datang jika mereka tidak segera bertaubat. Namun, dengan rasa takut dan mungkin merasa bahwa kaumnya tidak akan pernah mau mendengarkan seruannya, Nabi Yunus mengambil keputusan yang keliru.
Ia merasa bahwa usahanya sia-sia. Tanpa seizin Allah, ia meninggalkan Niniwe. Perjalanan keluar dari kota tersebut adalah awal dari ujian berat yang menantinya. Meninggalkan medan dakwah yang telah ditetapkan Allah adalah bentuk ketidakpatuhan, meskipun motivasi dasarnya mungkin didasari oleh kekhawatiran akan kegagalan di mata kaumnya.
Setelah meninggalkan Niniwe, Nabi Yunus naik kapal. Di tengah perjalanan, badai besar melanda. Kapal berguncang hebat dan hampir karam. Para pelaut panik, menyadari bahwa ada seorang budak Allah di antara mereka yang mungkin menjadi penyebab kemurkaan langit. Mereka kemudian memutuskan untuk mengadakan undian untuk menentukan siapa yang harus dicampakkan ke laut agar kapal bisa selamat.
Tiga kali undian dilakukan, dan tiga kali pula nama Nabi Yunus keluar sebagai pemenangnya. Terpaksa, demi menyelamatkan nyawa penumpang lainnya, Nabi Yunus menerima takdir itu dan menceburkan diri ke laut yang ganas. Ia yakin bahwa kematian di laut adalah akhir baginya.
Namun, di sinilah keagungan rencana Allah terungkap. Begitu ia dilempar, Allah mengirimkan seekor ikan besar (disebut juga ikan Nun atau paus) yang ditugaskan untuk menelannya bulat-bulat. Ini bukanlah kematian, melainkan awal dari tahapan azab dan pembersihan jiwa.
Nabi Yunus terperangkap dalam kegelapan: kegelapan perut ikan, kegelapan dasar lautan, dan kegelapan malam. Dalam kondisi yang paling menyedihkan dan terbatas itu, ia menyadari kesalahannya. Ia beristighfar dan memohon ampun kepada Allah dengan pengakuan tulus atas kezalimannya karena telah lari dari tugas.
Doa ini, yang dikenal sebagai 'Doa Yunus', memiliki kekuatan luar biasa. Doa tersebut mengandung unsur tauhid murni (pengakuan keesaan Allah), tasbih (penyucian Allah), dan ikrar kesalahan (pengakuan dosa). Allah SWT Maha Pengampun. Ketika Nabi Yunus benar-benar bertaubat dengan hati yang bersih, Allah mengabulkan doanya.
Ikan Nun diperintahkan untuk memuntahkan Nabi Yunus ke daratan dalam keadaan lemah tak berdaya. Setelah diselamatkan, Allah menumbuhkan tanaman untuk menaunginya, sebagai bentuk kasih sayang dan penyembuhan pasca-ujian.
Setelah kesehatannya pulih, Nabi Yunus diperintahkan kembali ke Niniwe. Kali ini, dengan pengalaman spiritual yang mendalam, dakwahnya diterima. Penduduk Niniwe yang melihat tanda-tanda (atau karena hikmah yang Allah tetapkan) akhirnya bertaubat secara massal. Mereka meninggalkan segala bentuk kesyirikan dan kezaliman mereka.
Melihat ketulusan taubat mereka, Allah SWT membatalkan azab yang tadinya akan ditimpakan kepada Niniwe. Kota itu pun selamat, menjadi contoh langka dalam sejarah di mana seluruh penduduk sebuah kota besar berhasil diselamatkan dari kehancuran karena kesadaran kolektif mereka.
Kisah Nabi Yunus memberikan beberapa pelajaran penting mengenai azab dan rahmat:
Pengalaman Nabi Yunus menjadi pengingat abadi bagi umat manusia: bahkan dalam kondisi terburuk sekalipun, penghubung utama dengan Sang Pencipta adalah melalui pengakuan kelemahan diri dan permohonan ampun.