Kaum Nabi Nuh Di Azab Allah Karena...

Banjir Azab

Ilustrasi: Kapal penyelamat di tengah badai air bah.

Kisah kaum Nabi Nuh adalah salah satu narasi paling monumental dalam sejarah agama-agama samawi, yang memberikan pelajaran mendalam tentang konsekuensi penolakan terhadap kebenaran ilahi. Azab yang ditimpakan Allah kepada mereka bukanlah datang tanpa sebab, melainkan puncak dari penolakan yang berlarut-larut terhadap ajaran tauhid yang dibawa oleh utusan-Nya.

Pembangkangan dan Kesombongan yang Mengeras

Nabi Nuh diutus untuk memimpin umatnya di suatu wilayah yang telah tenggelam dalam kesesatan selama berabad-abad. Tugas utamanya adalah menyeru mereka untuk meninggalkan penyembahan berhala—yaitu penyembahan kepada dewa-dewa yang mereka ciptakan sendiri seperti Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr—dan kembali menyembah Allah Yang Maha Esa. Dakwah ini dilakukan dengan kesabaran luar biasa selama hampir seribu tahun, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an.

Namun, alih-alih menerima, kaum Nabi Nuh justru menunjukkan sikap yang sangat arogan dan menolak dengan keras. Mereka merasa diri mereka lebih superior daripada Nabi Nuh, yang hanya seorang manusia biasa. Kerakusan mereka terhadap kekuasaan dan kenyamanan hidup lama menjadi penghalang terbesar. Mereka berkata bahwa orang-orang yang mengikuti Nabi Nuh hanyalah kaum papa, budak, atau orang-orang rendahan. Penolakan ini bukan sekadar ketidaksepakatan ideologis, melainkan sebuah penegasan bahwa mereka lebih memilih warisan nenek moyang mereka daripada kebenaran yang dibawa oleh wahyu.

Penyimpangan Akidah dan Kerusakan Moral

Penyebab utama azab Allah terhadap kaum Nabi Nuh adalah **kemusyrikan (syirik)** yang merajalela. Dalam pandangan tauhid, menyekutukan Allah dengan ciptaan-Nya adalah dosa yang paling besar dan tidak terampuni tanpa adanya pertobatan. Kaum ini secara aktif menolak prinsip monoteisme. Mereka telah membudidayakan kezaliman spiritual, meyakini bahwa ada kekuatan lain yang patut disembah selain Pencipta langit dan bumi.

Selain penyimpangan akidah, kesombongan mereka menyebabkan kerusakan moral dan sosial. Mereka menolak untuk mengakui bahwa kedudukan manusia di hadapan Tuhan adalah sama. Kesombongan intelektual dan spiritual ini membuahkan hati yang tertutup, membuat mereka tuli dan buta terhadap tanda-tanda kebesaran Allah yang terhampar di alam semesta—mulai dari perputaran siang dan malam, hingga keajaiban ciptaan lainnya.

Peringatan yang Diabaikan dan Keputusan Ilahi

Nabi Nuh terus berdakwah, memohon agar mereka bertaubat dan memohon ampunan Allah, dengan janji bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka dan memberikan kemakmuran. Namun, setiap kali mereka didakwahi, mereka justru semakin menutup telinga, bahkan menutupi diri dengan pakaian mereka agar tidak mendengar seruan tersebut. Mereka bahkan menantang Nabi Nuh, menanyakan kapan azab itu akan datang, seolah-olah mereka tidak percaya pada kekuatan Allah.

Ketika segala bentuk peringatan, baik melalui ancaman maupun janji, telah diabaikan selama waktu yang sangat panjang, maka muncullah keputusan ilahi. Allah mewahyukan kepada Nabi Nuh untuk membuat bahtera besar, sebagai pertanda bahwa hukuman akan segera tiba. Azab tersebut datang dalam bentuk badai dahsyat yang belum pernah disaksikan sebelumnya.

Wujud Azab: Air Bah yang Meliputi Segalanya

Kaum Nabi Nuh di azab Allah karena penolakan kolektif mereka terhadap kebenaran, yang berpuncak pada kesombongan dan kemusyrikan yang akut. Azab itu berupa banjir bandang yang sangat hebat—air datang memancar dari langit secara terus-menerus dan dari bumi secara meluap-luap. Fenomena alam ini menjadi manifestasi kemurkaan Ilahi atas kezaliman spiritual umat manusia tersebut.

Hanya Nabi Nuh, keluarganya (kecuali yang menolak iman), dan pasangan dari setiap jenis makhluk hidup yang diselamatkan di dalam bahtera. Banjir tersebut menenggelamkan semua yang ingkar, membersihkan muka bumi dari generasi yang telah berbuat kerusakan dan menolak menerima rahmat Tuhan. Kisah ini berfungsi sebagai pengingat abadi bahwa kesombongan dan pengabaian terhadap petunjuk Ilahi pasti akan membawa kehancuran, sementara ketaatan dan ketundukan akan menghasilkan keselamatan.

🏠 Homepage