Apartheid, yang secara harfiah berarti "keterpisahan" dalam bahasa Afrikaans, adalah sistem segregasi rasial dan diskriminasi yang dilembagakan secara hukum oleh pemerintahan minoritas kulit putih di Afrika Selatan. Sistem brutal ini mulai diterapkan secara resmi pada tahun 1948 dan membagi penduduk berdasarkan ras—kulit putih, kulit hitam (Bantu), coloured (campuran), dan India. Setiap aspek kehidupan, mulai dari tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan, hingga hak politik, ditentukan oleh warna kulit seseorang. Diskriminasi ini menciptakan ketidaksetaraan yang ekstrem dan menindas mayoritas penduduk kulit hitam.
Di bawah rezim Apartheid, hak asasi manusia diinjak-injak. Undang-undang seperti *Pass Laws* mengharuskan orang kulit hitam membawa dokumen identitas setiap saat saat berada di luar wilayah mereka, membatasi pergerakan mereka secara ketat. Pendidikan untuk kulit hitam sengaja dibuat inferior melalui sistem yang disebut *Bantu Education*, yang bertujuan hanya untuk menyiapkan mereka sebagai pekerja kasar tanpa prospek kemajuan. Kekerasan negara sering digunakan untuk memadamkan protes, sebagaimana terlihat dalam Tragedi Sharpeville, di mana puluhan pengunjuk rasa tidak bersenjata ditembak mati.
Di tengah kegelapan penindasan ini, muncullah sosok yang akan menjadi mercusuar harapan: Nelson Rolihlahla Mandela. Lahir dari keluarga bangsawan Thembu, Mandela awalnya mengejar karier hukum dan menjadi salah satu pengacara kulit hitam pertama di Johannesburg. Ia bergabung dengan Kongres Nasional Afrika (ANC) dan dengan cepat menjadi figur sentral dalam gerakan perlawanan. Pada awalnya, Mandela dan ANC mengadvokasi perlawanan tanpa kekerasan terhadap kebijakan rasialis pemerintah. Namun, setelah kekerasan negara yang semakin menjadi-jadi, terutama setelah pelarangan ANC dan pembantaian Sharpeville, Mandela mulai menganut sabotase terarah sebagai alat perlawanan.
Pendirian Mandela tidak pernah goyah meskipun menghadapi ancaman nyata. Ia menjadi simbol perlawanan yang tak kenal lelah. Meskipun terlibat dalam aksi-aksi yang dianggap terorisme oleh rezim, bagi rakyat Afrika Selatan, ia adalah pembebas yang berjuang untuk martabat. Pada tahun 1964, Mandela diadili dalam Pengadilan Rivonia atas tuduhan sabotase dan konspirasi untuk menggulingkan pemerintah. Dalam pidatonya yang terkenal di pengadilan, ia menyatakan kesediaannya untuk mati demi cita-cita kesetaraan rasial.
Hukuman penjara seumur hidup membawa Mandela ke Pulau Robben, di mana ia menghabiskan 18 tahun pertama dari total 27 tahun penahanannya. Di balik tembok penjara, alih-alih mematahkan semangatnya, pemenjaraan Mandela justru mengubahnya menjadi ikon global. Kisah perjuangannya bergema di seluruh dunia, memicu gerakan internasional besar-besaran untuk memberikan sanksi ekonomi dan politik terhadap rezim Apartheid. Kampanye "Free Nelson Mandela" menjadi seruan moral bagi komunitas internasional untuk menuntut diakhirinya diskriminasi rasial.
Tekanan internasional yang masif, ditambah dengan pemberontakan internal yang berkelanjutan di dalam negeri, memaksa pemerintah Afrika Selatan untuk mengakui bahwa Apartheid tidak berkelanjutan. Pada awal tahun 1990-an, Presiden F.W. de Klerk mulai mencabut undang-undang Apartheid yang paling represif dan, yang paling mengejutkan dunia, membebaskan Nelson Mandela pada Februari 1990.
Pembebasan Mandela menandai babak akhir dari perjuangan panjang tersebut. Ia memimpin ANC dalam negosiasi sulit dengan pemerintah kulit putih untuk menciptakan transisi damai menuju demokrasi multiras. Usahanya yang gigih dalam mempromosikan rekonsiliasi, alih-alih balas dendam, sangatlah penting. Pada tahun 1994, Afrika Selatan mengadakan pemilihan umum demokratis pertamanya, di mana semua ras dapat berpartisipasi. Nelson Mandela terpilih sebagai presiden kulit hitam pertama negara itu.
Kepresidenan Mandela berfokus pada penyembuhan luka bangsa yang terbelah. Ia mempromosikan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (TRC) sebagai sarana untuk menghadapi kejahatan masa lalu tanpa harus melalui pertumpahan darah yang luas. Warisan Nelson Mandela adalah pengingat kuat bahwa ketidakadilan yang paling mengakar sekalipun dapat dikalahkan melalui ketahanan, integritas moral, dan visi tanpa kompromi tentang kesetaraan bagi semua manusia, terlepas dari warna kulit mereka. Perjuangan melawan ideologi kebencian seperti Apartheid adalah perjuangan yang memerlukan pengorbanan besar, dan Mandela adalah lambang pengorbanan tersebut.