Tentara Nasional Indonesia (TNI) terdiri dari tiga matra utama: Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU). Masing-masing matra ini memiliki tugas operasional yang berbeda, yang secara langsung memengaruhi desain dan pola kamuflase (loreng) pada seragam mereka. Meskipun tujuan utama loreng adalah untuk menyamarkan prajurit di lingkungan tugas spesifik, perbedaan pola ini menjadi penanda identitas visual yang kuat antar matra.
Memahami perbedaan loreng ini penting, tidak hanya bagi kalangan militer tetapi juga bagi masyarakat umum. Setiap pola dirancang secara ilmiah berdasarkan latar belakang lingkungan operasi dominan mereka.
Loreng TNI AD dirancang untuk medan operasi darat di Indonesia yang didominasi oleh hutan tropis, semak belukar, dan lingkungan urban. Pola loreng standar TNI AD umumnya menggunakan kombinasi warna yang kaya akan unsur hijau lumut, cokelat tanah, hitam, dan krem.
Pola ini sering disebut sebagai pola "Doreng". Tujuannya adalah memecah siluet prajurit agar menyatu dengan kontras cahaya dan bayangan di hutan. Perbedaan mendasar pada loreng AD terletak pada dominasi warna-warna bumi yang hangat dan gelap, sangat berbeda dengan nuansa biru yang mendominasi matra lain.
TNI AL beroperasi di lingkungan maritim, sehingga loreng mereka harus efektif di atas kapal, di dermaga, atau di lingkungan pantai. Pola loreng yang digunakan oleh Korps Marinir (sebagai bagian dari AL) sering kali berbeda dengan loreng personel AL di kapal.
Untuk Marinir, pola yang digunakan cenderung adalah DPM (Disruptive Pattern Material) yang disesuaikan, memiliki corak berpasir atau loreng laut dengan dominasi warna abu-abu kebiruan, biru laut tua, dan terkadang sedikit warna krem untuk daerah pantai. Sementara itu, seragam dinas harian (PDL) di kapal sering menggunakan warna biru dongker atau abu-abu polos, namun untuk medan tempur, kamuflase berbasis laut tetap diterapkan.
TNI AU memiliki kebutuhan kamuflase yang unik, berpusat pada lingkungan pangkalan udara, landasan pacu, serta operasi di ketinggian atau area terbuka yang lebih terang. Karena banyak operasi udara melibatkan penglihatan dari atas atau kebutuhan untuk menyamarkan diri di sekitar struktur beton dan langit.
Loreng TNI AU, terutama untuk Paskhas (Pasukan Khas), menggunakan palet warna yang lebih terang dibandingkan AD. Pola ini didominasi oleh warna biru muda, abu-abu muda, dan putih. Tujuannya adalah untuk meniru warna langit pada ketinggian tertentu atau menyatu dengan permukaan beton landasan pacu. Meskipun demikian, Paskhas yang ditugaskan di darat juga dapat menggunakan variasi loreng darat yang mirip AD, namun standar visual AU tetap mengacu pada nuansa biru/abu-abu langit.
Perbedaan mendasar antara ketiga loreng tersebut adalah adaptasi terhadap medium operasinya:
Meskipun teknologi kamuflase modern terus berkembang, dengan adanya pola digital atau multispektral, pola dasar loreng tradisional ini tetap menjadi identitas visual yang diakui untuk membedakan prajurit dari tiga matra utama dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.