Ilustrasi: Kesadaran akan pentingnya menghormati orang tua.
Dalam ajaran moral dan agama, berbakti kepada orang tua menempati posisi yang sangat tinggi, hampir setara dengan ketaatan kepada Sang Pencipta. Oleh karena itu, durhaka atau menyakiti hati orang tua dianggap sebagai salah satu dosa besar yang konsekuensinya dapat dirasakan baik di dunia maupun di akhirat. Sikap durhaka ini bukan hanya sekadar ucapan kasar, namun mencakup segala bentuk pengabaian, penolakan, hingga perlakuan yang merendahkan martabat mereka yang telah melahirkan dan membesarkan kita.
Durhaka kepada orang tua (atau dalam istilah agama disebut 'Uqooqul Walidain') melampaui batas pembangkangan sederhana. Ini mencakup tindakan nyata seperti membentak, tidak patuh terhadap permintaan yang wajar, mengabaikan kebutuhan mereka saat mereka renta, hingga menyebarkan aib atau kejelekan mereka di hadapan orang lain. Ironisnya, di era modern ini, kesibukan seringkali menjadi alasan utama seorang anak menjauhkan diri, yang perlahan namun pasti mengikis ikatan batin dan menimbulkan luka mendalam pada hati orang tua.
Penting untuk diingat: Bahkan sekadar berkata "ah" atau "uf" (menunjukkan kejengkelan yang ringan) sudah terlarang keras jika diucapkan kepada mereka yang telah berkorban banyak.
Sebelum menanti siksa akhirat, seorang anak yang durhaka seringkali harus menanggung buah perbuatannya di dunia fana. Sikap tidak hormat cenderung menciptakan lingkungan sosial yang tidak harmonis. Keberkahan hidup seringkali hilang, rezeki terasa sempit, dan ketenangan batin sulit ditemukan. Ketika anak tersebut diuji dengan kesulitan, ia akan merasa sendirian karena doa dan restu orang tua telah terputus.
Lebih parah lagi, siksa dunia yang paling pedih adalah ketika seorang anak mengalami sendiri kesulitan yang sama di usia senja. Hukum timbal balik seringkali berlaku dalam kehidupan sosial; anak yang tidak merawat orang tuanya saat sakit, sangat mungkin tidak mendapatkan perawatan yang layak dari keturunannya sendiri kelak. Ini adalah pelajaran nyata bahwa rasa hormat adalah investasi sosial dan spiritual.
Dalam perspektif keagamaan, dosa durhaka kepada orang tua dikategorikan sebagai dosa besar yang ancamannya sangat serius. Para ulama sepakat bahwa amalan kebaikan sebanyak apapun mungkin tidak akan cukup menghapus dosa ini jika tidak disertai penyesalan yang tulus dan upaya perbaikan diri.
Ancaman siksa di akhirat meliputi kerasnya penghakiman dan penolakan rahmat ilahi. Seseorang yang durhaka mungkin akan mengalami kesulitan saat proses pencabutan nyawa, kesulitan saat menghadapi mizan (penimbangan amal), dan bahkan terhalang memasuki surga jika tidak mendapatkan ampunan mutlak dari Allah SWT dan pengampunan dari orang tua yang disakitinya.
Jika saat ini seseorang menyadari telah melakukan kesalahan, pintu penyesalan selalu terbuka lebar. Langkah pertama adalah meminta maaf secara tulus kepada orang tua, bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dibuktikan dengan perbuatan nyata. Merawat mereka dengan penuh kesabaran, memenuhi kebutuhan mereka, dan mendoakan kebaikan bagi mereka adalah bentuk penebusan dosa yang paling efektif.
Mengenali betapa besar pengorbanan yang telah diberikan orang tua—mulai dari taruhan nyawa saat melahirkan hingga setiap tetes peluh untuk masa depan anak—seharusnya menumbuhkan rasa cinta dan hormat yang tak terhingga. Menghindari segala bentuk durhaka adalah kunci untuk menjaga keberkahan hidup dan meraih ketenangan jiwa di kedua alam. Menghormati mereka adalah perintah yang mustahil untuk ditawar, karena di sanalah letak keridhaan yang hakiki.