Barisan Ansor Serbaguna, atau yang akrab disapa Banser, adalah sayap organisasi kepemudaan Nahdlatul Ulama (NU). Keberadaan mereka tidak bisa dilepaskan dari komitmen mereka terhadap tiga pilar utama: keutuhan NKRI, ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama'ah, dan menjaga aset serta kehormatan NU. Semua komitmen ini dirangkum secara padat dan sakral dalam sebuah teks yang disebut Sumpah Janji Banser. Mengucapkan sumpah ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah deklarasi kesiapan berkorban jiwa raga.
Sumpah janji ini merupakan titik tolak seorang kader memasuki ranah pengabdian nyata. Ia menjadi penanda transisi dari anggota biasa menjadi garda terdepan yang siap siaga membela kepentingan umat dan bangsa. Tanpa penguatan tekad melalui sumpah ini, semangat keprajuritan dalam barisan tidak akan memiliki landasan moral yang kuat untuk menghadapi tantangan zaman.
Meskipun redaksi formalnya mungkin bervariasi sedikit tergantung konteks pelantikan, inti dari Sumpah Janji Banser selalu berpusat pada tiga hal pokok yang harus dipegang teguh oleh setiap anggota. Pertama adalah kesetiaan penuh kepada Pancasila, UUD 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ini menegaskan bahwa Banser adalah komponen bangsa yang berlandaskan ideologi negara.
Kedua, adalah taat mutlak kepada pimpinan Nahdlatul Ulama dari tingkat pusat hingga ranting. Loyalitas struktural ini penting agar gerakan Banser tetap berada dalam koridor ajaran Islam yang moderat, wasathiyah, sebagaimana yang diusung oleh NU. Kepatuhan ini memastikan bahwa aksi-aksi Banser selalu berada di jalur yang mencerahkan, bukan memecah belah.
Poin ketiga, dan yang paling sering disorot, adalah kesediaan untuk menjalankan tugas yang diberikan dengan penuh tanggung jawab, bahkan mempertaruhkan nyawa. Sumpah ini menuntut seorang Banser untuk menjadi pelindung bagi kelompok rentan, membantu prosesi keagamaan, dan turut serta dalam menjaga ketertiban masyarakat (kamtibmas) di lingkungan masing-masing.
Pengucapan sumpah tersebut bukan sekadar janji di bibir. Implementasinya terlihat nyata saat terjadi bencana alam, di mana Banser seringkali menjadi yang pertama hadir di lokasi untuk membantu evakuasi dan distribusi logistik. Demikian pula dalam menghadapi ancaman intoleransi; Banser berdiri di garis depan, bukan dengan kekerasan, melainkan dengan kesiapan fisik dan mental yang didasari oleh sumpah suci mereka.
Sumpah janji Banser adalah kontrak spiritual antara individu dengan organisasi, bangsa, dan Tuhannya. Ia membentuk mentalitas baja seorang pemuda NU yang siap menjadi "benteng ulama" dan "pilar bangsa". Setiap anggota yang telah mengucapkannya secara otomatis terikat oleh kode etik yang menuntut integritas, disiplin, dan ketulusan dalam setiap tindakan.
Disiplin yang tinggi dalam Banser sangat dipengaruhi oleh keseriusan mereka terhadap sumpah yang telah diikrarkan. Disiplin ini bukan bertujuan untuk menindas, melainkan untuk memastikan bahwa energi besar yang dimiliki ribuan anggota Banser tersalurkan secara terstruktur dan efektif demi kemaslahatan bersama. Ketika seorang Banser mengenakan seragam lorengnya, ia membawa amanah dari sumpah tersebut, yang menuntutnya untuk selalu bertindak profesional, santun, dan mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.
Oleh karena itu, Sumpah Janji Banser jauh lebih dari sekadar teks seremonial. Ia adalah denyut nadi organisasi yang memastikan bahwa setiap langkah yang diambil oleh Barisan Ansor Serbaguna selaras dengan nilai-nilai luhur NU dan komitmen tak tergoyahkan terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Inilah yang menjadikan Banser sebagai salah satu kekuatan organik penjaga ideologi bangsa yang kredibel dan terpercaya hingga saat ini.