Dalam ajaran Islam, kebersihan dan kesucian (thaharah) memegang peranan fundamental. Hal ini tidak hanya mencakup ibadah ritual seperti shalat dan wudhu, tetapi juga mencakup kebersihan diri secara umum. Salah satu aspek penting dari kebersihan diri ini adalah merawat dan memotong bulu kemaluan, yang dalam literatur fikih dikenal sebagai bagian dari fitrah atau sunnah Nabi Muhammad SAW.
Menjaga kebersihan adalah bagian dari iman.
Kedudukan Memotong Bulu Kemaluan (Al-Istiḥdâd)
Anjuran memotong bulu kemaluan, bersama dengan mencukur bulu ketiak, merupakan bagian dari sepuluh hal yang termasuk fitrah (kesucian alami) yang dianjurkan untuk dijaga oleh setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Hadis Nabi Muhammad SAW menjelaskan perkara fitrah ini. Tindakan ini bertujuan untuk menjaga kebersihan fisik, mencegah penumpukan kuman, dan menjaga estetika diri sesuai tuntunan agama.
Dalam mazhab Syafi'i, Hanafi, Maliki, dan Hanbali, terdapat kesepakatan bahwa mencabut atau mencukur bulu kemaluan adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan) bagi laki-laki dan perempuan. Tujuannya adalah menghilangkan bulu yang sekiranya dapat menimbulkan bau tidak sedap akibat keringat dan kotoran yang terperangkap, sehingga meningkatkan kesempurnaan thaharah (bersuci).
Batas Waktu Maksimal Pemotongan
Meskipun hukumnya adalah anjuran, Islam memberikan batasan waktu yang jelas mengenai seberapa sering hal ini sebaiknya dilakukan untuk menjaga kesucian dan kebersihan. Para ulama umumnya sepakat bahwa batas maksimal membiarkan bulu kemaluan tumbuh adalah **empat puluh hari (40 hari)**.
Hal ini berdasarkan riwayat sahih dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ memberikan batasan waktu bagi kaum laki-laki untuk mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku, yaitu tidak boleh dibiarkan lebih dari empat puluh hari (Hadits riwayat Muslim).
Mengapa batas waktu ini ditetapkan? Karena setelah periode empat puluh hari, area tersebut cenderung menjadi tempat berkembang biak bagi kuman dan kotoran, yang dapat mengurangi kesempurnaan kebersihan diri, sesuatu yang sangat ditekankan dalam Islam. Keterlambatan melebihi batas ini dianggap telah meninggalkan tuntunan sunnah.
Metode yang Dianjurkan: Mencabut atau Mencukur?
Terkait metode yang paling utama, terdapat sedikit perbedaan pandangan di antara para ulama, meskipun keduanya diperbolehkan selama menghilangkan bulu tersebut.
- Mencukur (Menggunakan Pisau Cukur atau Alat Potong): Mayoritas ulama, termasuk Imam An-Nawawi, cenderung lebih menganjurkan mencukur. Alasannya adalah metode ini lebih mudah, tidak menyakitkan, dan lebih cepat menghilangkan bulu secara menyeluruh tanpa menimbulkan iritasi berlebihan pada kulit sensitif di area tersebut.
- Mencabut (Menggunakan Penjepit atau Waxing): Beberapa ulama berpendapat bahwa mencabut lebih utama karena hal tersebut lebih sesuai dengan makna 'menghilangkan' secara total, yang diyakini lebih sesuai dengan makna fitrah dalam beberapa interpretasi. Namun, metode ini sering kali menimbulkan rasa sakit yang lebih hebat dan berpotensi menyebabkan luka atau radang jika dilakukan secara tidak benar.
Terlepas dari perbedaan metodologi, fokus utamanya adalah memastikan bulu tersebut telah dihilangkan dalam jangka waktu yang ditentukan. Dalam konteks modern, menggunakan alat cukur listrik atau krim penghilang bulu yang aman dan higienis seringkali menjadi pilihan praktis yang tetap memenuhi tujuan syariat.
Manfaat Kesehatan dan Spiritual
Anjuran ini bukan sekadar formalitas ritual, melainkan memiliki landasan kuat dalam aspek kesehatan. Area kemaluan adalah area yang hangat dan lembap, menjadikannya rentan terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur jika tidak dirawat dengan baik. Menjaga kebersihan area ini secara signifikan mengurangi risiko infeksi kulit, iritasi, dan bau badan yang tidak sedap.
Dari perspektif spiritual, melakukan amalan fitrah ini adalah bentuk ketaatan kepada Rasulullah ﷺ. Ketika seorang Muslim melakukannya dengan niat mengikuti sunnah, amalan tersebut akan bernilai ibadah yang mendatangkan pahala. Kebersihan fisik ini juga seringkali menjadi cerminan dari kebersihan hati dan jiwa, sebagaimana pepatah yang mengatakan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman.
Oleh karena itu, bagi setiap Muslim, pemeliharaan kebersihan diri, termasuk pemotongan bulu kemaluan secara rutin (tidak lebih dari empat puluh hari sekali), adalah sebuah kewajiban moral dan tuntunan agama yang harus dipraktikkan demi menjaga kesucian, kesehatan, dan kesempurnaan ibadah.