Islam sangat menekankan pentingnya kebersihan, baik kebersihan fisik maupun spiritual. Salah satu aspek kebersihan diri yang diatur secara spesifik dalam syariat adalah perawatan rambut kemaluan. Tindakan ini merupakan bagian dari konsep kebersihan diri yang luas, yang dalam terminologi Islam dikenal sebagai thaharah (kesucian). Menjaga kebersihan area pribadi ini tidak hanya merupakan tuntunan agama, tetapi juga membawa manfaat kesehatan yang signifikan.
Dasar Hukum dan Keutamaan Kebersihan
Memotong rambut kemaluan (disebut juga istihdad) termasuk dalam kategori lima perkara fitrah (kesucian alami) yang dianjurkan bagi setiap Muslim, berdasarkan hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Fitrah ini mencakup mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, membersihkan sisa dari istinja’ (membersihkan diri setelah buang hajat), dan bersiwak. Kewajiban menjaga kebersihan ini menegaskan bahwa Islam adalah agama yang komprehensif, mencakup dimensi lahiriah dan batiniah.
Para ulama sepakat bahwa merawat rambut kemaluan adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan). Tujuannya adalah untuk menghilangkan kotoran yang mungkin terperangkap di antara rambut-rambut tersebut, yang dapat menjadi sumber bau tidak sedap dan sarang kuman. Kebersihan fisik ini berkorelasi langsung dengan kesempurnaan ibadah, karena seorang Muslim harus dalam keadaan suci saat akan melaksanakan salat.
Anjuran Batas Pemotongan
Terkait frekuensi dan batasan pemotongan, terdapat panduan spesifik yang diberikan oleh para fuqaha (ahli fikih). Mayoritas ulama menganjurkan agar pemotongan rambut kemaluan dilakukan secara berkala, paling lama tidak lebih dari batas waktu tertentu. Batasan waktu yang paling umum disebut adalah 40 hari. Jika melebihi 40 hari tanpa dicukur, hal ini dianggap telah melanggar tuntunan fitrah.
Dalam praktiknya, kebiasaan masyarakat Muslim terdahulu menunjukkan bahwa mereka sangat menjaga batasan ini. Tujuan utamanya bukan sekadar estetika semata, melainkan aspek kesehatan dan kesucian. Rambut yang terlalu panjang di area tersebut cenderung menahan keringat dan kotoran, menciptakan lingkungan yang lembap dan rentan terhadap infeksi jamur atau bakteri.
Metode yang Dianjurkan
Metode yang paling dianjurkan untuk menghilangkan rambut kemaluan adalah mencukurnya (menggunakan pisau cukur atau alat potong lainnya). Ini didasarkan pada praktik Nabi Muhammad SAW yang disebutkan dalam beberapa riwayat. Namun, dalam mazhab Syafi'i dan Hambali, mencabut bulu kemaluan juga diperbolehkan, meskipun mencukur dianggap lebih utama karena mengurangi potensi iritasi jangka panjang.
Penggunaan krim penghilang bulu (depilatori) juga diperdebatkan oleh para ulama kontemporer. Jika krim tersebut tidak menyebabkan bahaya atau iritasi kulit, banyak ulama membolehkannya sebagai alternatif yang memudahkan, selama hasil akhirnya adalah bersih dan terawat. Hal yang terpenting adalah memastikan area tersebut bersih dan terawat sesuai tuntunan syariat, tanpa menimbulkan kemudaratan pada diri sendiri.
Hikmah Kesehatan di Balik Anjuran Agama
Jauh sebelum ilmu kedokteran modern menggarisbawahi pentingnya higienitas area genital, Islam telah memberikan panduan kebersihan. Rambut di area kemaluan memiliki fungsi perlindungan alami, namun ketika terlalu lebat dan tidak terawat, ia dapat menjadi penghalang bagi kebersihan optimal setelah buang air.
Menjaga kebersihan area ini secara rutin membantu mencegah bau badan yang mengganggu, mengurangi risiko infeksi saluran kemih (ISK) bagi pria dan wanita, serta mencegah perkembangan kutu kemaluan (kutu busuk). Dengan demikian, anjuran memotong rambut kemaluan dalam Islam adalah manifestasi dari konsep menyeluruh bahwa kebersihan adalah separuh dari iman dan merupakan bagian integral dari gaya hidup seorang Muslim yang baik dan sehat.