Asam askorbat adalah nama kimia untuk senyawa yang secara umum dikenal sebagai Vitamin C. Senyawa ini merupakan nutrien esensial bagi manusia dan primata lainnya, serta beberapa spesies hewan tertentu, karena tubuh tidak memiliki kemampuan untuk mensintesisnya sendiri. Klasifikasi asam askorbat sebagai vitamin menunjukkan bahwa ia harus diperoleh melalui makanan atau suplemen untuk menjaga fungsi tubuh yang optimal dan mencegah penyakit defisiensi.
Dalam biokimia, asam askorbat dikenali sebagai molekul kecil yang larut dalam air dan memiliki sifat reduktor yang sangat kuat. Sifat ini menjadikannya salah satu antioksidan terpenting dalam plasma darah, sitosol sel, dan matriks ekstraseluler. Peran fungsionalnya jauh melampaui sekadar pencegahan flu biasa; ia adalah kofaktor kritis bagi setidaknya delapan enzim yang terlibat dalam biosintesis kolagen, metabolisme lemak, dan sintesis neurotransmitter.
Memahami peran asam askorbat dimulai dengan menguraikan struktur kimianya. Secara kimia, asam askorbat adalah derivat glukosa, memiliki rumus molekul C₆H₈O₆. Senyawa ini adalah lakton dari asam heksonat.
Vitamin C yang aktif secara biologis adalah L-asam askorbat. Bentuk ini memiliki struktur cincin furano yang beranggotakan lima, dengan dua gugus enediol yang sangat penting pada karbon 2 dan 3. Gugus enediol inilah yang memberikan sifat asam yang signifikan—ia dapat melepaskan ion hidrogen (H+), bertindak sebagai asam, meskipun secara kimiawi ia lebih menyerupai gula daripada asam karboksilat tradisional.
D-asam askorbat, isomer cerminnya, tidak memiliki aktivitas biologis signifikan pada manusia, menekankan pentingnya konfigurasi spasial (L-isomer) untuk interaksi dengan enzim.
Sejarah asam askorbat sangat erat kaitannya dengan penyakit skorbut (scurvy), yang melanda pelaut dan tentara selama berabad-abad. Penyakit ini, ditandai dengan perdarahan, gusi bengkak, dan penyembuhan luka yang buruk, akhirnya diidentifikasi sebagai defisiensi nutrisi.
Penemuan dan sintesis kimiawi asam askorbat pada tahun 1930-an dianggap sebagai salah satu pencapaian terbesar dalam sejarah nutrisi dan memicu industri suplemen yang kita kenal sekarang.
Peran asam askorbat dalam biologi dapat dikelompokkan menjadi dua fungsi utama: sebagai kofaktor enzim dalam reaksi hidroksilasi, dan sebagai agen pereduksi (antioksidan) yang kuat. Kedua fungsi ini memanfaatkan kemampuan asam askorbat untuk mendonasikan elektron.
Ini mungkin adalah fungsi asam askorbat yang paling penting dari sudut pandang evolusi, karena kegagalannya menyebabkan skorbut. Asam askorbat bertindak sebagai kofaktor bagi enzim prolyl-4-hidroksilase dan lysyl hidroksilase. Enzim-enzim ini bertanggung jawab untuk menstabilkan struktur kolagen.
Sintesis kolagen dimulai dengan pembentukan rantai prokolagen. Namun, agar rantai ini dapat berinteraksi dan membentuk struktur heliks rangkap tiga (triple helix) yang stabil—yang penting untuk kekuatan tarik jaringan ikat—beberapa residu prolin dan lisin harus dihidroksilasi.
Tanpa asam askorbat yang cukup, hidroksilasi prolin dan lisin tidak terjadi secara efisien. Prokolagen yang dihasilkan (yang disebut kolagen 'tidak stabil') tidak dapat membentuk heliks rangkap tiga yang kuat dan cepat terdegradasi. Ini menjelaskan mengapa defisiensi parah menyebabkan kerapuhan pembuluh darah, masalah gigi, dan luka yang sulit sembuh.
Sifat reduktor asam askorbat adalah inti dari fungsi antioksidannya. Ia mampu mendonasikan elektron kepada spesies oksigen reaktif (ROS) seperti radikal hidroksil, radikal peroksil, dan oksigen singlet, sebelum mereka merusak DNA, lipid, atau protein seluler. Ketika asam askorbat melepaskan elektron, ia teroksidasi menjadi radikal askorbil (monodehydroascorbate), yang relatif stabil dan tidak reaktif, sehingga tidak menyebabkan kerusakan berantai (chain reaction).
Salah satu peran antioksidan terpentingnya adalah kemampuannya untuk meregenerasi antioksidan endogen lainnya, terutama Vitamin E (alfa-tokoferol). Vitamin E adalah antioksidan larut lemak utama yang melindungi membran sel. Setelah menetralkan radikal bebas, Vitamin E menjadi radikal tokoferoksil, yang harus diregenerasi. Asam askorbat, sebagai antioksidan larut air, dapat menyumbangkan elektron kepada radikal tokoferoksil, mengembalikan bentuk Vitamin E aktif.
Di bawah kondisi stres oksidatif berat (misalnya, peradangan kronis, merokok, atau paparan polutan), asam askorbat bekerja dalam dua kompartemen utama:
Asam askorbat adalah kofaktor untuk beberapa enzim mono-oksigenase dan dioksigenase lainnya yang terlibat dalam jalur metabolik krusial:
Karnitin adalah molekul yang penting untuk transport asam lemak rantai panjang ke mitokondria, tempat mereka dioksidasi untuk menghasilkan energi (ATP). Asam askorbat diperlukan sebagai kofaktor untuk dua enzim yang terlibat dalam biosintesis karnitin: trimetillisin dihidroksilase dan gamma-butirobetain hidroksilase. Defisiensi yang ekstrem dapat mengganggu metabolisme lemak dan menyebabkan kelelahan.
Asam askorbat diperlukan untuk reaksi amilasi C-terminal, proses modifikasi pasca-translasi yang vital untuk mengaktifkan banyak hormon peptida (misalnya, oksitosin, vasopresin) dan neurotransmitter.
Asam askorbat sangat meningkatkan bioavailabilitas zat besi non-heme (besi yang berasal dari tumbuhan) di usus. Besi harus dalam bentuk tereduksi (Fe²⁺) agar dapat diserap secara efisien oleh enterosit di duodenum. Asam askorbat secara efektif mereduksi besi ferri (Fe³⁺) menjadi besi ferro (Fe²⁺) dalam lingkungan asam lambung dan usus halus, menjadikannya kunci untuk pencegahan anemia defisiensi zat besi, terutama pada individu yang mengikuti pola makan vegetarian atau vegan.
| Fungsi Biologis Utama | Enzim/Molekul yang Terlibat | Konsekuensi Defisiensi Parah |
|---|---|---|
| Stabilitas Jaringan Ikat | Prolyl Hidroksilase, Lysyl Hidroksilase | Skorbut, perdarahan kapiler, kerapuhan tulang |
| Pertahanan Antioksidan | Radikal tokoferoksil, ROS | Peningkatan stres oksidatif, kerusakan DNA dan lipid |
| Metabolisme Energi | Gamma-butirobetain Hidroksilase (Karnitin) | Gangguan pemecahan asam lemak, kelelahan |
| Sintesis Neurotransmitter | Dopamin Beta-Hidroksilase | Gangguan produksi Norepinefrin dan adrenalin |
| Penyerapan Mineral | Besi Ferri Reduktase Non-Enzimatik | Penurunan drastis penyerapan zat besi non-heme |
Kinerja asam askorbat dalam tubuh sangat bergantung pada cara ia diserap, didistribusikan, dan dikeluarkan. Farmakokinetik Vitamin C menunjukkan bahwa tubuh memiliki mekanisme yang sangat ketat untuk mengontrol kadar plasma dan mencegah toksisitas, tetapi juga membatasi seberapa banyak yang dapat diserap pada dosis oral yang tinggi.
Penyerapan asam askorbat terjadi terutama di usus halus melalui dua mekanisme transportasi utama:
Jenuhnya Transporter: Sistem SVCT memiliki kapasitas terbatas. Ketika dosis oral Vitamin C meningkat, persentase yang diserap berkurang secara dramatis. Misalnya, pada dosis 100 mg, penyerapan mungkin mencapai 80-90%. Namun, pada dosis 1000 mg (1 gram), penyerapan turun menjadi sekitar 50%, dan pada dosis 3000 mg, penyerapan bisa serendah 20%.
Vitamin C didistribusikan secara tidak merata di seluruh tubuh. Meskipun konsentrasi plasma mencerminkan asupan baru-baru ini, konsentrasi jaringan adalah indikator status Vitamin C jangka panjang yang lebih baik.
Asam askorbat yang tidak diserap atau yang berlebihan di tubuh dieliminasi melalui ginjal. Fungsi ginjal melibatkan filtrasi dan reabsorpsi aktif melalui SVCT-1. Ketika kadar plasma di atas ambang batas tertentu (sekitar 70-85 µmol/L), reabsorpsi jenuh, dan kelebihannya diekskresikan dalam urin. Ini adalah alasan mengapa dosis tinggi oral menyebabkan ekskresi cepat dan tidak meningkatkan kadar plasma secara tak terbatas.
Sebagian kecil asam askorbat juga dimetabolisme di hati menjadi asam oksalat, sebuah metabolit yang diekskresikan dalam urin. Peningkatan produksi oksalat dari dosis askorbat yang sangat tinggi (meskipun jarang) dapat menimbulkan risiko teoritis pembentukan batu ginjal kalsium oksalat pada individu yang sudah rentan.
Karena manusia tidak dapat memproduksi asam askorbat, asupan diet menjadi krusial. Namun, sifat kimianya—mudah larut dalam air dan sensitif terhadap oksidasi—membuatnya rentan terhadap kerusakan selama penanganan, penyimpanan, dan pemasakan.
Meskipun buah jeruk adalah sumber yang paling terkenal, banyak sayuran dan buah-buahan lain yang mengandung jumlah yang lebih tinggi:
Asam askorbat adalah vitamin yang paling tidak stabil. Kehilangan nutrisi dapat terjadi karena beberapa faktor lingkungan yang memicu reaksi oksidasi:
Metode persiapan makanan yang paling baik untuk mempertahankan Vitamin C adalah pengukusan, memanggang cepat, atau mengkonsumsi makanan dalam keadaan mentah.
Defisiensi asam askorbat, yang secara ekstrem dikenal sebagai skorbut, membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk berkembang. Tubuh manusia dewasa dapat menyimpan sekitar 1.500 mg hingga 3.000 mg Vitamin C, dan gejala defisiensi muncul ketika total cadangan tubuh turun di bawah 300-400 mg.
Skorbut adalah penyakit sistemik yang melibatkan kegagalan struktural kolagen dan meningkatnya stres oksidatif yang tak terkontrol. Gejala muncul sekitar 1–3 bulan setelah asupan Vitamin C berhenti atau sangat rendah.
Gejala ini didominasi oleh kegagalan integritas pembuluh darah dan jaringan ikat yang diakibatkan oleh kurangnya hidroksilasi kolagen yang efektif.
Jika tidak diobati, skorbut dapat menyebabkan edema, anemia berat, ikterus, neuropati, dan akhirnya kematian akibat perdarahan internal atau infeksi sekunder.
Meskipun skorbut jarang terjadi di negara maju, defisiensi subklinis tetap menjadi masalah. Kelompok berisiko meliputi:
Rekomendasi diet (AKG/RDA) didasarkan pada jumlah yang diperlukan untuk mencegah skorbut (sekitar 10 mg/hari) ditambah cadangan untuk fungsi optimal (sekitar 60-90 mg/hari).
Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk sebagian besar populasi dewasa berkisar antara 75 mg hingga 90 mg per hari. Jumlah ini dirancang untuk mencapai konsentrasi plasma yang cukup untuk kejenuhan neutrofil (sel imun).
Perlu dicatat bahwa banyak ahli nutrisi berpendapat bahwa dosis optimal untuk mencapai status kesehatan maksimal, terutama dalam menghadapi stres oksidatif modern, mungkin sedikit lebih tinggi daripada AKG minimum.
Asam askorbat memiliki toksisitas yang sangat rendah karena mudah larut dalam air dan diekskresikan. Batas Atas Toleransi (UL) ditetapkan oleh badan kesehatan umumnya pada 2.000 mg (2 gram) per hari untuk orang dewasa. Batas ini ditetapkan terutama untuk menghindari efek samping gastrointestinal, bukan toksisitas sistemik yang serius.
Dosis di atas 2.000 mg sering kali menyebabkan efek samping osmotik di saluran pencernaan karena Vitamin C yang tidak diserap menarik air ke usus besar.
Meskipun ada kekhawatiran bahwa Vitamin C dosis tinggi akan meningkatkan risiko batu ginjal kalsium oksalat karena merupakan prekursor oksalat, sebagian besar studi epidemiologi gagal menunjukkan hubungan langsung pada populasi sehat. Risiko hanya menjadi signifikan pada individu yang sudah memiliki gangguan ginjal, hiperoksaluria, atau penyakit ginjal kronis.
Suplemen tersedia dalam berbagai bentuk, masing-masing dengan karakteristik penyerapan yang berbeda:
Selain mencegah skorbut, penelitian modern telah mengeksplorasi potensi asam askorbat dalam dosis farmakologis tinggi untuk mengatasi berbagai penyakit kronis, memanfaatkan peran gandanya sebagai antioksidan dan pro-oksidan (pada konsentrasi sangat tinggi).
Vitamin C sangat penting untuk sistem kekebalan tubuh. Sel-sel imun, seperti neutrofil dan fagosit, secara aktif mengumpulkan Vitamin C dalam konsentrasi tinggi. Fungsi spesifiknya meliputi:
Meskipun suplemen Vitamin C secara teratur tidak secara dramatis mengurangi insiden pilek pada populasi umum, ia telah terbukti mengurangi durasi dan keparahan gejala pilek secara signifikan. Selain itu, pada individu yang mengalami stres fisik ekstrem (misalnya, pelari maraton atau tentara di lingkungan dingin), suplementasi dapat mengurangi risiko tertular penyakit secara substansial.
Vitamin C berperan dalam menjaga kesehatan pembuluh darah dan telah dikaitkan dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskular (PJK). Mekanisme utamanya adalah melalui pengaruhnya terhadap endotelium dan profil lipid.
Ini adalah area penelitian yang paling kontroversial dan paling intensif. Pemberian Vitamin C secara oral hanya dapat mencapai konsentrasi plasma puncak sekitar 220 µM (mikromolar). Namun, untuk memiliki efek farmakologis yang membunuh sel kanker, konsentrasi harus mencapai minimal 10.000–20.000 µM (10–20 mM), yang hanya dapat dicapai melalui infus intravena (IV) dosis tinggi.
Pada konsentrasi IV yang sangat tinggi, mekanisme aksi Vitamin C berubah secara fundamental dari antioksidan menjadi pro-oksidan. Di luar sel, Vitamin C bereaksi dengan besi yang ada di lingkungan mikro ekstraseluler, menghasilkan sejumlah besar hidrogen peroksida (H₂O₂).
Terapi IV dosis tinggi sedang diselidiki sebagai terapi adjuvant (pendamping) yang dikombinasikan dengan kemoterapi dan radiasi standar untuk meningkatkan efektivitas pengobatan dan mengurangi toksisitas kemoterapi pada pasien. Hasil penelitian awal menunjukkan keamanan yang baik, tetapi efektivitasnya masih menunggu hasil uji klinis fase III yang lebih besar.
Sifat antioksidan dan peran dalam sintesis kolagen menjadikan asam askorbat komponen yang sangat dihargai di luar bidang nutrisi dasar.
Asam askorbat (atau turunannya seperti magnesium ascorbyl phosphate) adalah bahan utama dalam banyak produk perawatan kulit karena manfaat perlindungan dan restoratifnya:
Tantangan utama dalam kosmetik adalah stabilitas. Asam askorbat murni (L-Ascorbic Acid) sangat cepat teroksidasi saat terpapar udara dan cahaya. Oleh karena itu, banyak formulasi menggunakan turunan askorbat yang lebih stabil atau menyimpannya dalam formulasi anhidrat (bebas air).
Dalam industri makanan, asam askorbat terutama digunakan bukan sebagai suplemen nutrisi (meskipun itu adalah manfaat sekunder), tetapi sebagai antioksidan aditif makanan yang kuat (E300):
Meskipun kita telah mengetahui asam askorbat selama hampir satu abad, penelitian terus mengungkap kompleksitas peran molekul ini, terutama dalam konteks epigenetika dan penyakit kompleks.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa asam askorbat berperan sebagai kofaktor penting bagi keluarga enzim yang disebut Jumonji C domain-containing histone demethylases (JHDM) dan Ten-Eleven Translocation (TET) methylcytosine dioxygenases.
Interaksi antara asam askorbat dengan faktor lingkungan sangat penting. Sebagai antioksidan garis depan, konsumsi polutan udara (seperti ozon atau PM2.5) atau paparan radiasi dapat menghabiskan cadangan Vitamin C secara cepat. Penelitian terus mengeksplorasi dosis optimal yang diperlukan untuk melindungi paru-paru dan kulit dari kerusakan akibat polusi lingkungan yang terus meningkat di perkotaan.
Meskipun IV Vitamin C dosis tinggi menunjukkan potensi besar dalam onkologi, tantangan di masa depan meliputi:
Kesimpulannya, asam askorbat adalah salah satu molekul nutrisi yang paling banyak dipelajari dan dipahami, namun terus mengejutkan para ilmuwan dengan spektrum fungsinya yang luas. Dari mempertahankan integritas matriks ekstraseluler hingga bertindak sebagai pengatur gen epigenetik, peran vitalnya dalam biologi manusia menjadikannya prioritas utama dalam nutrisi dan terapi medis modern.