Industri peternakan unggas telah lama didominasi oleh ayam pedaging (broiler) konvensional yang fokus pada pertumbuhan cepat. Namun, seiring berkembangnya selera konsumen yang menginginkan daging ayam dengan tekstur lebih padat, rasa lebih gurih, dan kualitas nutrisi yang berbeda, munculah varian unggas yang kini kian diminati: ayam broiler pejantan. Meskipun sering kali dikaitkan dengan ayam kampung, broiler pejantan memiliki karakteristik genetik dan pertumbuhan yang unik, menjadikannya komoditas bernilai tinggi di pasar.
Ayam broiler pejantan adalah ayam jantan yang berasal dari galur (strain) ayam pedaging cepat tumbuh, namun dipelihara hingga mencapai umur panen yang lebih tua (sekitar 60 hingga 90 hari), berbeda dengan broiler komersial yang biasanya dipanen pada usia 28 hingga 35 hari. Karena ayam ini adalah pejantan, pertumbuhannya cenderung lebih lambat dibandingkan saudara perempuannya, namun menghasilkan karakteristik daging yang sangat disukai.
Secara genetik, ayam ini masih merupakan hasil persilangan galur murni yang ditujukan untuk produksi daging, bukan murni ayam kampung asli (landrace). Perbedaan mendasar terletak pada sistem pemeliharaan yang membiarkan potensi genetika pertumbuhan jantan berkembang lebih maksimal tanpa tekanan efisiensi waktu seperti broiler komersial.
Daging broiler pejantan menawarkan sejumlah keunggulan signifikan yang membedakannya dari daging broiler biasa, terutama karena waktu pemeliharaan yang lebih panjang:
Meskipun memiliki nilai jual tinggi, beternak broiler pejantan memerlukan manajemen yang sedikit berbeda dibandingkan broiler komersial. Fokus utama peternak adalah bagaimana memaksimalkan kualitas daging tanpa mengorbankan kesejahteraan hewan.
Menentukan umur panen adalah kunci. Jika dipanen terlalu cepat, dagingnya belum mencapai tekstur optimal. Jika terlalu lama, potensi keuntungan bisa menurun karena biaya pakan yang lebih besar. Peternak profesional sering kali menargetkan antara 7 hingga 12 minggu (45-90 hari) tergantung permintaan pasar.
Ayam jantan cenderung lebih aktif dan lebih besar ukurannya saat dewasa. Kepadatan kandang harus dikurangi secara progresif seiring bertambahnya usia untuk mencegah stres, perlukaan, dan penyakit akibat kelembaban.
Formulasi pakan harus disesuaikan. Pada fase starter, pakan mirip broiler biasa. Namun, pada fase grower hingga finisher, kebutuhan protein dan energi mungkin perlu dimodifikasi untuk mendukung pembentukan otot yang lebih padat dan tidak hanya penimbunan lemak.
Di Indonesia, permintaan pasar untuk produk 'ayam kampung super' atau 'joper' (Jawa Super) sangat tinggi. Ayam broiler pejantan sering kali mengisi celah pasar ini karena menawarkan kualitas rasa mendekati ayam kampung namun dengan konsistensi ukuran dan ketersediaan yang lebih terjamin, berkat sistem pemeliharaan yang lebih terkontrol.
Restoran, katering premium, dan konsumen rumah tangga yang mencari pengalaman kuliner ayam dengan tekstur lebih mantap (misalnya untuk hidangan bakar atau soto) cenderung memilih broiler pejantan. Hal ini menunjukkan bahwa segmentasi pasar premium menawarkan peluang profitabilitas yang menjanjikan bagi peternak yang mampu menjaga standar kualitas dagingnya.
Kesimpulannya, ayam broiler pejantan adalah inovasi yang menjembatani efisiensi produksi broiler modern dengan preferensi rasa tradisional konsumen. Pengelolaan yang cermat terhadap nutrisi dan waktu panen adalah kunci sukses dalam budidaya komoditas unggas yang semakin populer ini.