Ayam pejantan kampung, seringkali menjadi primadona di kalangan peternak maupun pecinta kuliner tradisional Indonesia. Berbeda dengan ayam pedaging (broiler) yang fokus pada pertumbuhan cepat, ayam pejantan kampung (APJ) menawarkan kualitas daging yang dianggap superior. Kualitas ini tidak hanya terletak pada tekstur yang lebih padat dan kenyal, tetapi juga pada profil rasa yang kaya dan khas.
Istilah "pejantan" merujuk pada ayam jantan yang biasanya dipelihara hingga usia lebih tua dibandingkan ayam pedaging komersial. Proses pemeliharaan yang lebih alami dan jangka waktu yang lebih panjang ini memungkinkan perkembangan otot dan penumpukan zat-zat yang memberikan aroma dan rasa otentik ayam kampung. Banyak penggemar percaya bahwa daging APJ memiliki kolesterol yang lebih rendah jika dipelihara dengan sistem organik atau semi-intensif.
Mengenali APJ dari segi fisik sangat penting bagi peternak pemula. Ayam pejantan kampung sejati biasanya memiliki postur tubuh yang tegap dan ramping. Paruhnya kokoh, dan yang paling mencolok adalah jenggernya yang cenderung lebih besar, tegak, dan berwarna merah cerah dibandingkan ayam betina. Kaki ayam pejantan juga cenderung lebih liat dan kuat.
Proses seleksi bibit sangat menentukan kualitas akhir. Peternak yang baik akan memastikan indukan berasal dari garis keturunan yang sehat dan aktif. Meskipun pertumbuhannya relatif lambat—seringkali membutuhkan waktu 4 hingga 6 bulan untuk mencapai bobot ideal potong—kesabaran ini terbayar lunas dengan kualitas daging yang dihasilkan. Dalam dunia kuliner, tekstur daging APJ yang lebih alot namun lezat menjadikannya pilihan utama untuk hidangan soto, sup kaldu, atau dibakar bumbu bacem.
Budidaya ayam pejantan kampung tidak bisa disamakan dengan budidaya ayam ras. Kunci sukses terletak pada lingkungan pemeliharaan. Sistem kandang umbaran (free-range) atau semi-intensif sangat dianjurkan. Ketika ayam diberi kesempatan bergerak bebas, ototnya akan berkembang lebih baik, menghasilkan daging yang lebih padat dan rendah lemak intramuskular yang tidak diinginkan.
Pemberian pakan juga menjadi faktor krusial. Meskipun pakan komersial dapat digunakan, banyak peternak profesional menambahkan pakan alternatif seperti bekatul, dedak halus yang difermentasi, atau bahkan hijauan segar. Suplementasi herbal juga sering digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh ayam, mengurangi ketergantungan pada antibiotik, yang pada akhirnya akan menjaga kemurnian rasa dagingnya.
Perawatan kesehatan yang baik adalah wajib. Karena dipelihara lebih lama, risiko penyakit lebih tinggi jika manajemen kandang tidak tepat. Pastikan sirkulasi udara baik, kebersihan litter terjaga, dan berikan vaksinasi sesuai jadwal yang dianjurkan oleh dinas peternakan setempat. Ayam yang stres atau sakit akan menghasilkan daging berkualitas buruk.
Di tengah gempuran produk unggas modern, permintaan akan ayam pejantan kampung justru menunjukkan tren kenaikan. Konsumen modern semakin sadar akan kesehatan dan cenderung mencari produk alami atau organik. Ayam pejantan kampung yang dipelihara secara tradisional memenuhi kriteria ini. Ia menawarkan narasi 'kembali ke alam' yang menarik bagi konsumen urban.
Dari sisi ekonomi, meski harga jual APJ cenderung lebih tinggi dibandingkan broiler, margin keuntungannya bisa signifikan jika mampu menembus pasar premium atau restoran yang fokus pada masakan Nusantara otentik. Kualitas yang konsisten adalah modal utama untuk membangun kepercayaan pelanggan. Peternak harus mampu menjamin bahwa setiap kilogram daging yang mereka jual benar-benar berasal dari ayam pejantan yang diproses dengan standar kebersihan tertinggi.
Memelihara ayam pejantan kampung adalah investasi kesabaran. Hasil akhirnya adalah produk yang tidak hanya bernilai gizi tinggi tetapi juga membawa warisan rasa tradisional yang sulit ditiru oleh komoditas peternakan cepat saji. Ini adalah komitmen terhadap kualitas di atas kuantitas.