Dalam ajaran agama, konsep mengenai pertanggungjawaban atas perbuatan sangatlah sentral. Salah satu aspek yang sering dibahas, namun kadang disalahpahami, adalah mengenai azab Allah di dunia. Azab ini bukanlah semata-mata hukuman yang diterapkan secara acak, melainkan merupakan konsekuensi alami atau peringatan keras yang diturunkan Allah SWT sebagai bentuk kasih sayang-Nya agar umat manusia kembali ke jalan yang benar.
Penting untuk membedakan antara ujian (cobaan) dan azab. Ujian sering kali ditujukan untuk meninggikan derajat orang beriman, sementara azab biasanya terkait erat dengan penolakan terang-terangan terhadap kebenaran, kezaliman yang melampaui batas, dan kerusakan moral yang masif di tengah masyarakat.
Tanda-Tanda yang Terlihat
Sejarah peradaban manusia, baik yang dicatat dalam kitab suci maupun yang dapat kita saksikan melalui sejarah, dipenuhi dengan kisah-kisah tentang kaum yang diazab karena kesombongan dan pembangkangan mereka. Kaum Nabi Nuh AS dengan banjir dahsyatnya, kaum Nabi Luth AS dengan terbaliknya kota mereka, hingga kehancuran peradaban besar lainnya yang tenggelam dalam kemewahan dan penyimpangan moral. Kisah-kisah ini bukan sekadar dongeng masa lalu, tetapi berfungsi sebagai cermin retrospektif yang mengingatkan kita bahwa tidak ada kekuatan yang dapat melawan kehendak Ilahi.
Pada zaman modern ini, azab tersebut mungkin tidak selalu datang dalam bentuk bencana alam yang spektakuler. Seringkali, azab Allah di dunia termanifestasi dalam bentuk kerusakan sosial, seperti merajalela-nya korupsi, krisis kemanusiaan akibat ketidakadilan, perang saudara, atau bahkan penyakit yang melanda tanpa terduga. Ketika norma-norma etika dan moral dilanggar secara sistematis, masyarakat secara perlahan akan mengalami keruntuhan dari dalam. Ini adalah bentuk azab yang lebih halus namun dampaknya bisa sangat menghancurkan keberlangsungan sebuah bangsa.
Ilustrasi: Ketidakseimbangan yang mengundang peringatan.
Pintu Tobat Selalu Terbuka
Meskipun ancaman azab itu nyata, pesan utama yang harus dipahami adalah bahwa Allah Maha Pengampun. Tujuan dari diturunkannya peringatan (baik melalui bencana alam, krisis moral, atau melalui para Nabi dan rasul) adalah sebagai mekanisme koreksi. Selama nafas masih dikandung badan dan pintu pertobatan (tawbah) belum tertutup, kesempatan untuk kembali kepada fitrah kesucian selalu tersedia.
Hikmah di Balik Setiap Peristiwa
Menyikapi setiap kejadian yang tampak seperti penderitaan atau bencana, seorang mukmin didorong untuk mencari hikmahnya. Apakah ini teguran karena kita terlalu lalai? Apakah ini pembersihan dosa yang kita lakukan? Rasa takut yang timbul dari kesadaran akan azab Allah di dunia seharusnya memicu semangat untuk berbuat lebih baik, bukan keputusasaan. Ketakutan yang sehat (taqwa) adalah motivator terbesar menuju perbaikan diri dan perbaikan lingkungan.
Oleh karena itu, daripada terus menerus menunjuk jari atau berspekulasi tentang siapa yang akan diazab selanjutnya, fokus seharusnya dialihkan kepada perbaikan diri masing-masing. Karena pada akhirnya, azab terburuk bukanlah yang terlihat di mata dunia, melainkan perhitungan di akhirat kelak. Namun, peringatan di dunia ini adalah rahmat yang harus kita sambut dengan kerendahan hati dan kesungguhan untuk berubah.