Ilustrasi: Ketidakadilan timbangan dan ucapan adalah cerminan penipuan.
Islam sangat menekankan pentingnya kejujuran (shiddiq) dan menempatkannya sebagai salah satu pilar utama keimanan seorang muslim. Sebaliknya, perbuatan menipu (ghisy) dianggap sebagai dosa besar yang membawa dampak buruk, tidak hanya bagi korban, tetapi juga bagi pelaku, baik di dunia maupun di akhirat. Memahami konsekuensi atau azab bagi penipu menurut Islam adalah cara untuk menahan diri dari perbuatan tercela ini.
Al-Qur'an secara tegas melarang segala bentuk kebohongan dan penipuan. Tindakan menipu, baik dalam jual beli, janji, maupun persaksian, telah dicela oleh Allah SWT. Penipu sering kali dianggap sebagai orang munafik karena perilakunya bertentangan antara apa yang diucapkan dengan apa yang diperbuat.
Allah SWT berfirman mengenai ciri-ciri orang yang paling dibenci-Nya, di antaranya adalah pendusta. Dalam konteks perdagangan, penipuan berupa mengurangi takaran atau timbangan adalah dosa yang sangat serius. Allah mengingatkan dalam QS. Al-Mutaffifin ayat 1-3:
“Kecelakaan bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”
Ayat ini secara eksplisit menyebutkan kata "kecelakaan" (wail) yang merupakan ancaman azab yang sangat keras, menunjukkan betapa berbahayanya sifat menipu dalam transaksi kehidupan sehari-hari.
Sebelum berbicara tentang azab akhirat, penipu telah menerima hukuman di dunia. Hukuman pertama dan paling nyata adalah hilangnya kepercayaan (amanah) dari masyarakat. Kepercayaan adalah modal sosial terpenting; sekali hilang karena penipuan, sangat sulit untuk mendapatkannya kembali.
Selain itu, harta hasil penipuan, meskipun terlihat melimpah, diyakini tidak akan membawa berkah. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa harta yang diperoleh dari cara yang haram (termasuk penipuan) akan menjadi penyebab kehancuran pemiliknya. Keberkahan dalam rezeki akan hilang, membuat hidup terasa sempit dan penuh kecemasan, meskipun secara materi terlihat kaya.
Dalam ranah hukum positif Islam (syariah), penipu dapat dikenakan sanksi tegas sesuai kadar penipuannya. Misalnya, dalam kasus penipuan konsumen atau penggelapan, pelaku harus mengembalikan hak korban dan menerima hukuman cambuk atau penjara, tergantung keputusan hakim berdasarkan maslahat umum.
Ancaman terbesar bagi para penipu adalah azab di hari kiamat. Penipu dikategorikan bersama orang-orang munafik yang tempatnya adalah tingkatan paling bawah dari neraka Jahanam. Islam tidak membedakan antara penipu besar maupun kecil jika niatnya adalah merugikan orang lain demi keuntungan pribadi.
Salah satu bentuk azab yang disebutkan dalam hadis terkait penipuan dalam timbangan adalah bahwa pada hari kiamat, para penipu akan dipaksa untuk menimbang amal perbuatan mereka dengan timbangan yang adil dari Allah SWT. Timbangan yang dahulu mereka curangi di dunia, kini akan menjadi alat penghakiman bagi mereka.
Rasulullah ﷺ juga menyebutkan bahwa salah satu golongan yang akan dimasukkan ke neraka adalah orang yang menipu, meskipun ia shalat dan puasa. Ini menunjukkan bahwa ritual ibadah seseorang tidak akan bernilai di sisi Allah jika masih terdapat dosa besar yang belum dipertanggungjawabkan, apalagi jika dosa tersebut terkait dengan hak orang lain seperti penipuan.
Meskipun azab bagi penipu sangatlah mengerikan, pintu rahmat Allah selalu terbuka lebar melalui taubat nasuha (taubat yang sungguh-sungguh). Taubat dari perbuatan menipu memiliki syarat tambahan, yaitu mengembalikan hak-hak yang telah diambil dari korban penipuan.
Jika penipuan dilakukan terhadap banyak orang dan sulit untuk mengembalikan semuanya di dunia, maka seorang hamba harus berniat kuat untuk mengganti kerugian tersebut di akhirat dengan mengorbankan amal baiknya. Namun, mengembalikan hak di dunia jauh lebih baik dan lebih pasti terbebas dari tuntutan di Padang Mahsyar. Oleh karena itu, seorang penipu sejati harus segera menghentikan kebiasaannya dan berusaha keras memperbaiki kesalahan masa lalunya demi menghindari azab bagi penipu menurut Islam yang pedih.