Rentenir, atau lintah darat, adalah sebutan bagi individu atau lembaga yang memberikan pinjaman dengan bunga yang sangat tinggi, jauh melebihi batas wajar yang ditetapkan oleh norma sosial maupun hukum. Praktik ini telah lama menjadi momok dalam masyarakat karena sering kali menjerat orang-orang yang sedang berada dalam kesulitan ekonomi ke dalam lingkaran hutang yang tidak berkesudahan. Ketika kita berbicara mengenai 'azab bagi rentenir', kita tidak hanya merujuk pada balasan duniawi, namun juga pada konsekuensi moral yang timbul dari eksploitasi kerentanan sesama manusia.
Secara historis dan dalam berbagai ajaran agama, pengambilan bunga atau riba dipandang sebagai perbuatan yang sangat tercela. Hal ini dikarenakan praktik rentenir mengambil keuntungan dari kebutuhan mendesak orang lain, bukan dari hasil kerja keras atau inovasi yang produktif. Keuntungan yang diperoleh adalah keuntungan pasif yang didapat dari penderitaan orang yang terjerat. Oleh karena itu, dalam narasi spiritual, tindakan ini dianggap menumpuk dosa besar yang memerlukan pertobatan mendalam.
Meskipun banyak rentenir yang menikmati kekayaan dari hasil praktik mereka, sejarah menunjukkan bahwa kekayaan yang dibangun di atas penderitaan orang lain jarang sekali bertahan lama tanpa goncangan. Azab dalam konteks duniawi sering kali termanifestasi dalam bentuk rusaknya reputasi, pengucilan sosial, hingga masalah hukum. Seseorang yang dikenal suka memeras dan menekan peminjam rentan terhadap konflik dan permusuhan.
Dampak psikologis juga sangat signifikan. Hidup dalam ketakutan akan pembalasan atau kehancuran finansial yang disebabkan oleh tindakan sendiri dapat menciptakan kegelisahan abadi. Banyak kisah yang menunjukkan bagaimana rentenir, meskipun hidup mewah, tidak pernah benar-benar merasa aman atau damai. Kekayaan materi yang melimpah tidak mampu membeli ketenangan batin jika fondasinya dibangun di atas ketidakadilan. Kerusakan hubungan kekeluargaan dan sosial sering menjadi konsekuensi langsung dari perilaku predatoris mereka.
Inti dari konsep azab bagi rentenir adalah penekanan bahwa keuntungan yang diperoleh tanpa memberi nilai tambah atau kemaslahatan bagi masyarakat adalah keuntungan yang rapuh. Mereka mungkin terlihat sukses dalam jangka pendek—memiliki aset dan uang tunai—namun kesuksesan tersebut bersifat semu. Hal ini berbeda dengan mereka yang mencari rezeki melalui perdagangan yang jujur, pelayanan, atau penciptaan produk yang bermanfaat.
Ketika masyarakat mulai sadar dan hukum menjadi lebih ketat dalam mengatur praktik pinjam meminjam, posisi rentenir akan semakin terdesak. Pergeseran paradigma menuju inklusi keuangan yang adil, di mana akses modal diberikan dengan bunga yang manusiawi, secara perlahan akan menghilangkan lahan subur bagi praktik rentenir. Ini adalah bentuk azab sosial yang paling efektif: kehilangan relevansi dan dukungan publik.
Pada akhirnya, narasi tentang azab bagi rentenir berfungsi sebagai pengingat universal: eksploitasi tidak pernah menjadi jalan menuju kesejahteraan sejati, baik bagi pelakunya maupun bagi korban mereka. Integritas dan keadilan dalam transaksi ekonomi adalah fondasi stabilitas jangka panjang, sementara keserakahan yang berlebihan hanya mengundang kehancuran, baik secara spiritual maupun materiil.