Panduan Lengkap Cara Menanam Ari-Ari Menurut Adat Jawa

Simbol Penanaman Ari-Ari Gambar SVG sederhana yang merepresentasikan proses menanam ari-ari di bawah pohon

Ari-ari, atau plasenta, adalah organ vital yang menghubungkan ibu dan janin selama masa kehamilan. Dalam banyak kebudayaan, termasuk tradisi Jawa, ari-ari dianggap memiliki ‘nyawa’ atau energi kehidupan yang perlu diperlakukan secara khusus setelah proses persalinan. Menanam ari-ari bukan sekadar membuang sampah biologis, melainkan sebuah ritual sakral yang mengandung filosofi mendalam mengenai syukur, ikatan batin, dan harapan terhadap masa depan sang anak.

Makna Filosofis Ari-Ari dalam Budaya Jawa

Dalam pandangan adat Jawa, ari-ari sering disamakan dengan 'kakak-adik' spiritual bayi yang baru lahir. Ia adalah perpanjangan tubuh ibu yang menjaga kehidupan sang bayi selama sembilan bulan di dalam kandungan. Oleh karena itu, proses penanamannya harus dilakukan dengan penuh hormat dan kesungguhan, berbeda dengan membuang kotoran biasa. Ritual ini bertujuan agar energi yang terkandung di dalamnya kembali ke bumi (Ibu Pertiwi) dengan damai, sekaligus memohon berkah agar anak yang dilahirkan kelak menjadi manusia yang mandiri dan berbakti.

Persiapan dan Tata Cara Penanaman

Prosedur menanam ari-ari dalam adat Jawa umumnya melibatkan beberapa tahapan penting yang harus dipatuhi oleh keluarga, terutama sang ayah atau kakek bayi.

1. Pembersihan Ari-Ari

Setelah proses persalinan selesai, ari-ari harus segera dibersihkan dengan air mengalir, biasanya menggunakan air bersih atau air sumur (jika ada). Proses pembersihan ini harus dilakukan secara hati-hati agar tidak rusak. Setelah bersih, ari-ari akan dibungkus menggunakan kain mori putih (kain kafan bayi) yang melambangkan kesucian.

2. Pemilihan Lokasi Penanaman

Pemilihan lokasi adalah inti dari ritual ini. Secara tradisional, ari-ari ditanam di pekarangan rumah, idealnya di bawah pohon yang rindang atau di halaman depan. Pohon yang dipilih biasanya adalah pohon yang memiliki makna simbolis, seperti pohon kelapa, mangga, atau pohon yang sudah tumbuh subur sejak lama. Penanaman di bawah pohon melambangkan harapan agar anak tumbuh sekuat dan setinggi pohon tersebut, memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar.

Catatan Penting: Beberapa keluarga memilih menanam ari-ari di sisi kanan rumah (menghadap matahari terbit) untuk anak laki-laki, dan sisi kiri untuk anak perempuan, meskipun ini bervariasi antar daerah.

3. Proses Penggalian dan Penanaman

Lubang yang digali harus cukup dalam, seringkali diukur dengan panjang hasta (sekitar 45 cm) atau sesuai dengan seberapa dalam ari-ari itu diletakkan. Sebelum ari-ari diletakkan, dasar lubang seringkali diberi alas berupa beberapa lembar daun pisang atau alas lain yang bersifat alami.

Setelah ari-ari yang terbungkus kain mori diletakkan di dasar lubang, proses selanjutnya adalah penambahan ‘sesaji’ atau pelengkap ritual, yang meliputi:

Setelah semua diletakkan, lubang kemudian ditutup kembali dengan tanah. Tanah urukan (tanah galian pertama) biasanya diletakkan paling atas, kemudian ditutup dengan batu pipih sebagai penanda atau penahan agar tanah tidak bergeser.

Ritual Setelah Penanaman

Ritual tidak berakhir hanya dengan mengubur. Di malam hari setelah penanaman, seringkali diadakan doa bersama atau tahlilan sederhana di sekitar lokasi penanaman. Tujuannya adalah mendoakan keselamatan si anak, memohon perlindungan alam gaib, dan memastikan bahwa energi ari-ari terserap dengan baik oleh bumi.

Perawatan lokasi penanaman juga sangat ditekankan. Lokasi tersebut harus dijaga kebersihannya, tidak boleh diinjak sembarangan, dan sering disiram atau dibersihkan. Hal ini dilakukan selama periode tertentu (misalnya 40 hari atau sampai bayi cukup umur) sebagai bentuk penghormatan berkelanjutan terhadap ‘saudara kembar’ sang bayi.

Kesimpulan

Menanam ari-ari menurut adat Jawa adalah cerminan kearifan lokal yang memandang alam dan kehidupan sebagai satu kesatuan yang saling terkait. Meskipun zaman modern telah menawarkan kemudahan pembuangan medis, ritual ini terus dipertahankan oleh banyak keluarga Jawa sebagai cara untuk menanamkan nilai-nilai spiritual, rasa syukur, dan ikatan mendalam antara anak, orang tua, dan Ibu Pertiwi sejak hari pertama kehidupan.

🏠 Homepage