Diklatsar Banser merupakan gerbang utama bagi kader-kader baru yang ingin mengabdikan diri secara struktural dalam Barisan Ansor Serbaguna (Banser), sayap organisasi kepemudaan Nahdlatul Ulama (NU). Kegiatan ini bukan sekadar pelatihan fisik atau baris-berbaris biasa, melainkan sebuah proses indoktrinasi ideologis yang mendalam untuk membentuk pribadi muslim yang militan, loyal terhadap NKRI, serta teguh memegang prinsip Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja).
Proses Diklatsar dirancang secara sistematis, memadukan materi kebangsaan, keagamaan, dan keterampilan teknis. Tujuannya adalah mencetak anggota Banser yang siap menjadi garda terdepan dalam menjaga keutuhan bangsa dari berbagai ancaman ideologi radikal yang bertentangan dengan Pancasila dan nilai-nilai luhur NU.
Representasi visual semangat kedisiplinan dan pengabdian Banser.
Durasi Diklatsar bervariasi, namun umumnya memakan waktu beberapa hari penuh, seringkali dilaksanakan di alam terbuka atau lokasi yang menantang. Proses ini dibagi menjadi beberapa modul utama. Modul pertama adalah pengenalan terhadap sejarah dan filosofi NU, termasuk peran vital Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari dan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam konteks kebangsaan. Pemahaman ini fundamental karena Banser adalah benteng ideologis NU.
Materi kedua berfokus pada baris-berbaris (LKBB) dan kedisiplinan fisik. Ini penting untuk menanamkan rasa kebersamaan, hierarki yang jelas, dan kemampuan respons cepat. Para peserta dididik untuk memiliki stamina fisik yang prima, sebuah syarat mutlak bagi petugas lapangan. Disiplin waktu, kerapian, dan hormat kepada komando adalah inti dari bagian ini.
Aspek krusial lainnya adalah materi bela negara dan kewaspadaan dini. Dalam konteks Indonesia yang majemuk, Diklatsar membekali anggota dengan pemahaman tentang bahaya intoleransi, radikalisme, dan upaya disintegrasi bangsa. Pelatihan ini menekankan bahwa aksi Banser harus selalu berada di koridor hukum negara dan senantiasa mengedepankan pendekatan persuasif, kecuali dalam keadaan darurat yang mengancam eksistensi warga atau aset NU.
Setelah lulus Diklatsar, seorang anggota Banser diharapkan bertransformasi menjadi kader yang memiliki 'jiwa' pengabdian. Ini berarti kesiapan untuk dikerahkan kapan saja dibutuhkan, baik untuk kegiatan sosial keagamaan (seperti pengamanan majelis dzikir atau istighosah), membantu korban bencana alam, maupun menjaga fasilitas umum bersama aparat keamanan negara.
Banyak pihak melihat Diklatsar Banser sebagai bentuk nyata dari konsep "Hubbul Wathan Minal Iman" (Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman) yang dipraktikkan secara kolektif. Mereka tidak dibayar untuk tugas-tugas ini; motivasi utamanya adalah panggilan moral dan keikhlasan untuk melayani umat dan bangsa. Oleh karena itu, Diklatsar juga menyuntikkan semangat kerelawanan sejati, jauh dari kepentingan politik praktis jangka pendek.
Keberhasilan Diklatsar Banser di seluruh penjuru nusantara telah terbukti melahirkan ribuan pemuda yang disiplin, terorganisir, dan memiliki kesadaran sosial tinggi. Mereka mengisi ruang-ruang publik dengan kegiatan positif, menjadi mitra ulama dan aparat, serta menjaga stabilitas sosial di lingkungan masing-masing. Proses ini memastikan bahwa setiap anggota Banser yang dilantik membawa bekal ideologi yang kuat dan etos kerja yang pantang menyerah.
Secara keseluruhan, Diklatsar adalah investasi jangka panjang NU terhadap SDM kader yang mumpuni, siap meneruskan perjuangan menjaga NKRI berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan ajaran Islam moderat.