Ayam Kedu, yang namanya diambil dari daerah asalnya di Magelang, Jawa Tengah, merupakan salah satu jenis ayam domestik yang sangat menarik perhatian para penggemar unggas, khususnya bagi mereka yang menyukai keunikan genetik. Ayam ini terkenal bukan hanya karena kelezatan dagingnya, tetapi juga karena penampilannya yang hampir seluruh bagian tubuhnya berwarna hitam pekat, sebuah kondisi genetik langka yang disebut fibromelanosis.
Fibromelanosis adalah kelainan genetik di mana pigmen melanin berlebih terdeposit tidak hanya di bulu dan kulit, tetapi juga pada organ dalam, tulang, dan bahkan daging ayam. Hal inilah yang membedakan Ayam Kedu secara signifikan dari ras ayam lokal lainnya di Indonesia. Meskipun sering dianggap sama atau merupakan persilangan dari Ayam Cemani, Ayam Kedu memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya, terutama dalam hal postur dan fungsi ekonomis utamanya.
Secara umum, ketika membicarakan Ayam Kedu, masyarakat awam seringkali mengacu pada ayam hitam legam. Namun, dalam klasifikasi yang lebih detail oleh para peternak, Ayam Kedu dibedakan berdasarkan warna bulu utama mereka, meskipun ciri fibromelanosis pada tulang tetap ada. Terdapat tiga jenis utama yang paling dikenal:
Inilah jenis yang paling ikonik. Kedu Hitam memiliki seluruh tubuhnya berwarna hitam legam—bulu, jengger, pial, kulit, daging, hingga tulang. Ayam ini sering dianggap paling mendekati Ayam Cemani, namun postur Kedu cenderung lebih besar dan sedikit lebih tegak jika dibandingkan dengan Cemani yang cenderung lebih ramping. Kedu Hitam sangat dicari baik untuk tujuan konsumsi maupun sebagai indukan untuk menjaga kemurnian genetiknya.
Berbeda dengan namanya, meskipun bulunya putih bersih, Kedu Putih tetap memiliki ciri khas Kedu di bagian dalamnya. Ketika dipotong, daging, tulang, dan organ dalamnya akan menunjukkan warna kehitaman. Jenis ini sering dikembangbiakkan karena warna putihnya dianggap lebih menarik secara estetika oleh sebagian peternak, namun tetap membawa keunikan genetik ayam Kedu.
Kedu Merah adalah jenis yang memiliki bulu berwarna kemerahan atau cokelat kemerahan, seringkali dengan kombinasi warna hitam pada beberapa bagian tubuh. Sama seperti varian lainnya, aspek pembeda utamanya tetap terlihat ketika ayam tersebut dibelah; tulang dan dagingnya akan berwarna gelap. Jenis ini menawarkan variasi warna yang menarik bagi kolektor.
Keistimewaan Ayam Kedu terletak pada gen fibromelanosisnya. Fenomena ini disebabkan oleh mutasi genetik yang menyebabkan peningkatan sel-sel penghasil melanin di seluruh jaringan tubuh. Secara historis, ayam-ayam dengan pigmen hitam ini seringkali dikaitkan dengan hal-hal mistis atau memiliki nilai ritual tertentu di beberapa kebudayaan Jawa.
Dari sisi agrikultur modern, Ayam Kedu sangat dihargai karena tekstur dagingnya yang dipercaya lebih padat dan rasanya yang dianggap lebih gurih dibandingkan ayam kampung biasa. Meskipun laju pertumbuhannya tidak secepat ayam pedaging modern, Ayam Kedu sangat diminati sebagai ayam petelur (meskipun produksi telurnya moderat) dan sebagai ayam pedaging berkualitas premium. Selain itu, keberadaan mereka sangat penting untuk menjaga keragaman genetik lokal Indonesia dari kepunahan, mengingat maraknya ayam ras komersial.
Perawatan Ayam Kedu relatif mirip dengan ayam kampung pada umumnya; mereka membutuhkan kandang yang cukup luas, asupan pakan yang seimbang antara konsentrat dan hijauan, serta perlindungan dari cuaca ekstrem. Peternak yang fokus pada Kedu biasanya sangat memperhatikan silsilah (tracing) untuk memastikan bahwa ayam yang dikembangbiakkan benar-benar memiliki ciri khas Kedu yang lengkap, bukan sekadar persilangan biasa. Memelihara Ayam Kedu bukan sekadar beternak, melainkan juga melestarikan salah satu warisan unggas berharga dari tanah Jawa.