Antropometri berasal dari bahasa Yunani, yaitu 'anthropos' (manusia) dan 'metron' (pengukuran). Secara umum, antropometri adalah serangkaian pengukuran dimensi fisik tubuh manusia. Pengukuran ini sangat krusial dalam berbagai bidang, mulai dari ilmu kesehatan, gizi, ergonomi, hingga desain produk industri.
Dalam konteks kesehatan dan gizi, data antropometri (seperti berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan lipatan kulit) digunakan untuk menilai status gizi seseorang. Perubahan pada parameter ini sering menjadi indikator dini malnutrisi, baik kurang gizi maupun kelebihan gizi (obesitas). Akurasi dalam mengukur antropometri adalah kunci utama agar interpretasi data menjadi valid dan tindakan intervensi yang diambil tepat sasaran.
Kesalahan dalam pengukuran dapat menghasilkan kesimpulan yang salah mengenai status gizi atau ergonomi. Oleh karena itu, standardisasi prosedur adalah wajib. Berikut adalah beberapa parameter kunci dan cara mengukur antropometri dengan benar:
Pengukuran ini harus dilakukan menggunakan stadiometer yang terkalibrasi dengan baik. Subjek harus berdiri tegak tanpa alas kaki, tumit rapat, punggung lurus menempel pada tiang stadiometer, dan pandangan lurus ke depan.
Gunakan timbangan yang telah dikalibrasi. Subjek sebaiknya mengenakan pakaian minim atau standar yang konsisten. Pengukuran dilakukan di pagi hari sebelum makan atau beraktivitas berat untuk mendapatkan hasil yang paling representatif.
LILA adalah indikator penting status gizi pada orang dewasa dan anak balita. Gunakan pita ukur fleksibel yang tidak elastis. Titik pengukuran yang standar adalah titik tengah antara ujung akromion (puncak bahu) dan olekranon (siku).
Pengukuran ini memerlukan ketelitian tinggi karena digunakan untuk estimasi persentase lemak tubuh. Kaliper lipatan kulit (skinfold caliper) harus digunakan sesuai prosedur. Area pengukuran yang umum meliputi trisep, bisep, dan subskapula. Penting untuk menjepit lipatan kulit dengan kuat namun tidak berlebihan, dan membaca hasil setelah tekanan alat stabil (biasanya 2-4 detik).
Untuk memastikan data mengukur antropometri dapat dibandingkan antar waktu atau antar populasi, dua hal harus diperhatikan: pertama, alat ukur harus diperiksa dan dikalibrasi secara berkala. Kedua, petugas pengukur harus dilatih dan disertifikasi agar memiliki inter-observer variability (perbedaan hasil antar pengukur) yang minimal. Praktik terbaik menyarankan pengulangan pengukuran minimal dua kali dan mengambil nilai rata-ratanya.
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah interpretasi. Interpretasi ini sangat bergantung pada konteks dan populasi yang diteliti. Untuk anak-anak, data biasanya dibandingkan dengan Standar Pertumbuhan WHO atau CDC, menggunakan Z-score atau persentil.
Misalnya, nilai Z-score Tinggi Badan/Usia (TB/U) di bawah -2 SD mengindikasikan perawakan pendek (stunting), yang merupakan manifestasi dari kekurangan gizi kronis. Sementara itu, indeks Massa Tubuh (IMT/BMI) yang dihitung dari berat dan tinggi badan sering digunakan untuk mengklasifikasikan status gizi orang dewasa menjadi kurus, normal, atau obesitas.
Penguasaan teknik mengukur antropometri yang benar tidak hanya mendukung penelitian ilmiah tetapi juga menjadi fondasi bagi program kesehatan masyarakat yang efektif. Investasi dalam pelatihan dan alat yang akurat adalah investasi langsung pada kualitas data kesehatan suatu populasi.