Ilustrasi sederhana mengenai kesucian dan pemenuhan syariat.
Sunat, atau khitan, merupakan salah satu praktik yang sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Praktik ini memiliki landasan kuat, baik dari ajaran Nabi Muhammad SAW maupun praktik historis para Nabi terdahulu. Dalam konteks syariat, sunat tidak hanya dipandang sebagai ritual semata, namun juga mengandung dimensi kesehatan, kebersihan, dan penanda identitas keimanan seorang Muslim.
Para ulama berbeda pendapat mengenai status hukum khitan. Mayoritas ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali sepakat bahwa khitan bagi laki-laki adalah **sunnah muakkadah** (sunnah yang sangat dianjurkan), sementara bagi perempuan dianggap sebagai **makrumah** (tindakan yang dianjurkan untuk mencapai kesempurnaan akhlak dan kebersihan). Namun, beberapa ulama lain, terutama dalam pandangan Imam Ahmad bin Hanbal, berpendapat bahwa khitan bagi laki-laki adalah **wajib** karena mengikuti tradisi para Nabi terdahulu.
Dasar utama anjuran ini adalah hadis yang menyatakan bahwa khitan termasuk dalam kategori "fitrah". Fitrah sendiri merujuk pada keadaan alami atau kesucian bawaan yang melekat pada diri manusia, yang meliputi sunah-sunah tertentu, di antaranya adalah mencabut bulu kemaluan, memotong kuku, dan melakukan khitan. Ketika Rasulullah SAW bersabda mengenai fitrah, beliau memasukkan khitan sebagai bagian dari hal-hal yang membedakan umat Islam dengan yang lainnya dan merupakan kesempurnaan penciptaan.
Anjuran untuk melaksanakan khitan membawa berbagai hikmah yang meliputi aspek spiritual, sosial, dan medis.
Dari Segi Kebersihan (Taharah): Dalam Islam, kesucian adalah kunci utama ibadah. Tindakan khitan secara signifikan membantu menjaga kebersihan organ intim karena memudahkan proses membersihkan diri dari najis setelah buang air kecil. Ini mengurangi risiko penumpukan kotoran atau zat yang dapat menyebabkan bau tak sedap atau infeksi.
Aspek Kesehatan Medis: Meskipun Islam mendasarkan hukum pada wahyu, sains modern telah banyak membuktikan manfaat medis dari khitan. Penelitian klinis menunjukkan bahwa pria yang disunat memiliki risiko lebih rendah terkena beberapa jenis infeksi menular seksual, termasuk HIV, serta mengurangi risiko kanker penis dan infeksi saluran kemih (ISK) pada masa kanak-kanak. Ini menguatkan pandangan bahwa syariat Islam selalu membawa kebaikan bagi pemeluknya.
Mengenai waktu yang tepat untuk melaksanakan khitan, terdapat beberapa pandangan di kalangan fuqaha, namun tujuannya adalah agar anak dapat tumbuh dengan fitrahnya telah terpenuhi.
Sebagian ulama menganjurkan pelaksanaan khitan pada usia dini, misalnya pada usia akikah (hari ketujuh kelahiran) atau sebelum baligh. Melakukan khitan saat anak masih bayi atau usia sangat muda umumnya dianggap lebih mudah proses penyembuhannya dan tidak menimbulkan trauma psikologis pada anak dibandingkan menundanya hingga dewasa. Sementara itu, bagi mereka yang baru memeluk Islam dan belum pernah disunat, mereka wajib melaksanakan khitan selambat-lambatnya sebelum meninggal, bahkan ada pandangan yang mewajibkannya segera setelah masuk Islam.
Anjuran sunat dalam Islam adalah sebuah tuntunan yang terintegrasi antara pemurnian spiritual, pemeliharaan kebersihan, dan penjagaan kesehatan. Ia merupakan bagian dari sunnah para Nabi dan memiliki kedudukan yang tinggi dalam syariat. Dengan melaksanakan khitan, seorang Muslim menyempurnakan fitrahnya dan menaati perintah yang telah diwariskan untuk menjaga kemurnian lahir dan batin. Meskipun status hukumnya bervariasi antara wajib dan sunnah muakkadah di kalangan ulama, konsensus umum adalah bahwa praktik ini sangat dianjurkan dan merupakan ciri khas umat Islam.