Parasetamol, atau asetaminofen, adalah salah satu obat pereda nyeri dan penurun demam yang paling umum digunakan di seluruh dunia. Ketersediaannya yang luas dan efek samping yang relatif rendah pada dosis terapeutik menjadikannya pilihan utama. Namun, di balik manfaatnya yang besar, tersembunyi bahaya serius jika dikonsumsi melebihi batas aman. Keracunan parasetamol merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan, dan pemahaman mengenai antidotum paracetamol menjadi kunci penyelamatan nyawa.
Mengapa Parasetamol Berbahaya dalam Dosis Berlebih?
Metabolisme normal parasetamol sebagian besar terjadi di hati, di mana obat ini diubah menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan dikeluarkan melalui urin. Namun, ketika dosis yang dikonsumsi terlalu tinggi—baik sengaja (bunuh diri) atau tidak sengaja (kesalahan dosis berulang)—jalur metabolisme normal menjadi jenuh. Hati kemudian mulai memproduksi metabolit yang sangat toksik bernama N-acetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI) dalam jumlah besar.
NAPQI ini sangat reaktif dan akan mengikat protein seluler di hati, menyebabkan nekrosis hepatoseluler (kematian sel hati). Kerusakan hati akibat overdosis parasetamol seringkali tidak menunjukkan gejala awal yang jelas, yang disebut sebagai periode laten. Gejala awal mungkin hanya mual ringan atau muntah, namun setelah 24 hingga 72 jam, tanda-tanda gagal hati akut bisa muncul, yang memerlukan transplantasi hati atau berujung pada kematian.
Peran Vital Antidotum Paracetamol: N-Asetilsistein (NAC)
Antidotum spesifik yang diakui secara universal untuk keracunan parasetamol adalah N-asetilsistein (NAC). NAC bekerja melalui mekanisme yang sangat penting: meningkatkan ketersediaan glutation (GSH) dalam hati. Glutation adalah antioksidan alami tubuh yang berfungsi menetralkan NAPQI yang toksik. Ketika kadar glutation habis akibat overdosis, NAC bertindak sebagai prekursor untuk mengisi kembali cadangan glutation tersebut.
Mekanisme kerja NAC adalah:
- Substitusi Nukleofilik: Gugus sulfhidril (-SH) pada NAC dapat langsung bereaksi dan mengikat langsung NAPQI, menonaktifkannya sebelum sempat merusak sel hati.
- Replenishment Glutation: NAC menyumbangkan sistein, yang merupakan bahan baku penting untuk sintesis glutation di dalam hepatosit.
Protokol Pemberian Antidotum
Pemberian NAC harus dilakukan sesegera mungkin setelah kecurigaan keracunan, idealnya dalam waktu 8 jam pertama setelah menelan dosis berlebih, untuk hasil terbaik. NAC umumnya diberikan secara intravena (infus) di lingkungan rumah sakit, meskipun formulasi oral juga tersedia.
Protokol standar melibatkan dosis muatan (loading dose) yang diikuti dengan infus berkelanjutan. Meskipun pemberian NAC setelah 24 jam mungkin kurang efektif dalam mencegah kerusakan hati total, NAC tetap diindikasikan karena masih dapat membantu membatasi keparahan cedera hati yang sedang berlangsung.
Dalam beberapa kasus, terutama jika pasien datang sangat terlambat atau menunjukkan tanda-tanda gagal hati yang parah, penanganan suportif intensif menjadi fokus utama. Ini mungkin termasuk pemantauan ketat fungsi pembekuan darah, koreksi hipoglikemia, dan, pada tahap akhir, persiapan untuk transplantasi hati darurat.
Pencegahan dan Edukasi
Meskipun ketersediaan antidotum paracetamol sangat penting, pencegahan tetap menjadi strategi terbaik. Edukasi publik mengenai batas aman konsumsi harian (umumnya tidak lebih dari 4 gram per hari untuk orang dewasa sehat) dan bahaya mengonsumsi beberapa produk yang mengandung parasetamol secara bersamaan (misalnya, obat flu yang digabung dengan obat nyeri) sangat krusial. Selalu periksa label kandungan obat sebelum mengonsumsi lebih dari satu jenis obat dalam waktu yang berdekatan.
Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal dicurigai mengalami overdosis parasetamol, jangan menunggu munculnya gejala. Segera hubungi layanan darurat medis atau pusat kendali racun terdekat. Mengambil tindakan cepat adalah kunci untuk memastikan efektivitas antidotum paracetamol dan menyelamatkan fungsi hati.