Peringatan Penting Mengenai Kebersihan Spiritual
Dalam ajaran Islam, kehidupan setelah kematian, khususnya alam kubur (Barzakh), merupakan sebuah realitas yang pasti akan dihadapi setiap insan. Pembahasan mengenai nikmat dan azab kubur selalu menjadi pengingat penting untuk meningkatkan kualitas ibadah dan perilaku sehari-hari. Salah satu dosa kecil yang sering diremehkan namun memiliki potensi ancaman azab di alam baka adalah masalah ketidaksucian terkait air kencing.
Thaharah, atau bersuci, bukan hanya syarat sahnya shalat, tetapi juga merupakan cerminan dari kebersihan hati dan kesiapan diri menghadap Tuhan. Kebersihan diri ini mencakup kesucian dari najis besar maupun najis kecil. Air kencing (baul), dalam pandangan syariat, termasuk najis ain yang wajib dibersihkan tuntas ketika mengenai pakaian, badan, atau tempat ibadah. Kelalaian dalam membersihkan najis ini, terutama jika dilakukan secara berulang karena meremehkan, dapat berimplikasi serius.
Ada beberapa riwayat hadis yang secara eksplisit menyebutkan bahwa azab kubur dapat disebabkan oleh ketidakcermatan dalam membersihkan diri dari air kencing. Salah satu riwayat yang masyhur adalah kisah tentang dua orang yang sedang disiksa di kuburannya. Ketika Rasulullah ﷺ melewati dua kubur tersebut, beliau bersabda bahwa keduanya sedang diazab. Salah satu alasannya adalah karena salah seorang dari mereka tidak berhati-hati saat buang air kecil, sehingga air kencingnya mengenai pakaian dan tidak dibersihkan dengan benar.
Azab ini bukan semata-mata karena perbuatan buang air kecil itu sendiri, melainkan karena sikap meremehkan (istihafan) terhadap najis yang ditinggalkan. Dalam Islam, hal-hal yang tampak sepele seringkali menjadi penentu besar di akhirat. Jika seseorang terbiasa menyepelekan bersuci karena najis air kencing, ini menunjukkan adanya kelemahan dalam pemahaman terhadap pentingnya kesucian lahiriah yang merupakan representasi kesucian batiniah.
Mengapa air kencing yang tampak sepele bisa menimbulkan azab kubur? Para ulama menjelaskan bahwa azab kubur berfungsi untuk membersihkan dosa-dosa kecil yang belum terampuni. Ketika seseorang meninggal dunia dalam keadaan masih membawa najis yang disebabkan oleh kelalaiannya (misalnya, sering shalat dengan pakaian yang belum terbebas sempurna dari cipratan), maka alam kubur menjadi tempat di mana 'pembersihan' tersebut dipercepat atau ditunjukkan melalui siksaan yang ringan namun menyakitkan.
Hal ini menekankan pentingnya istinja’ (membersihkan kencing dan buang air besar) secara sempurna dan menyeluruh. Bagi laki-laki, ini berarti berhati-hati agar tidak terjadi tetesan air kencing yang kemudian mengering di celana atau pakaian. Bagi perempuan, pentingnya menjaga kebersihan area vital secara keseluruhan sangat ditekankan. Kelalaian ini berlanjut menjadi kebiasaan yang dipertanyakan ketika roh memasuki alam kubur.
Untuk menghindari potensi azab kubur yang berkaitan dengan masalah najis ringan seperti air kencing, muslim diwajibkan untuk melakukan introspeksi diri secara rutin mengenai aspek thaharah. Pastikan bahwa ketika selesai buang air kecil, dilakukan proses istinja’ yang benar (menggunakan air atau tisu/batu hingga bersih) dan dilanjutkan dengan memastikan pakaian atau bagian tubuh yang mungkin terkena cipratan telah kering dan suci sebelum melaksanakan ibadah atau sebelum meninggal dunia.
Menjaga kebersihan diri dari air kencing adalah bentuk ketaatan nyata kepada perintah agama. Ini adalah ibadah yang dilakukan di luar ritual formal, namun memiliki dampak signifikan terhadap kondisi spiritual seseorang di hadapan Allah SWT, baik di dunia maupun saat menghadapi gerbang alam kubur yang misterius dan menanti setiap kita. Memperlakukan najis dengan serius adalah wujud penghormatan kita terhadap kesucian agama.