Memahami Ritual: Cara Mengubur Ari-Ari Menurut Adat Jawa

Ilustrasi Prosesi Penguburan Ari-Ari di Bawah Pohon Tempat Ari-Ari Ditanam

Dalam kebudayaan Jawa, proses kelahiran seorang anak tidak hanya dirayakan sebagai momen pribadi, namun juga diiringi dengan serangkaian ritual adat yang mendalam. Salah satu ritual paling penting dan penuh makna adalah prosesi penguburan ari-ari atau plasenta. Ari-ari dipercaya sebagai 'saudara kembar' bayi, wadah yang menyalurkan energi kehidupan sang bayi selama di dalam kandungan. Oleh karena itu, penanganannya harus dilakukan dengan penuh penghormatan dan tata cara yang benar sesuai dengan tradisi leluhur.

Makna Filosofis Ari-Ari dalam Adat Jawa

Bagi masyarakat Jawa, ari-ari bukanlah sekadar sisa jaringan biologis. Ia dianggap memiliki 'nyawa' atau energi spiritual yang terhubung langsung dengan anak yang baru lahir. Jika ari-ari ditanam dengan sembarangan, dipercaya energi tersebut bisa hilang atau bahkan membawa pengaruh negatif pada masa depan anak tersebut. Sebaliknya, jika dirawat dan dikubur dengan ritual yang tepat, hal ini diharapkan dapat menjadi doa agar sang anak tumbuh menjadi pribadi yang jujur, memiliki budi pekerti luhur, dan senantiasa mengingat asal-usulnya.

Tahapan Ritual Penguburan Ari-Ari

Proses penguburan ari-ari biasanya dilakukan pada hari yang sama saat bayi lahir, atau paling lambat malam harinya. Tata cara ini memerlukan persiapan khusus yang menunjukkan penghormatan mendalam.

1. Persiapan dan Pembersihan

Setelah ari-ari dilepaskan dari tubuh ibu, ia segera dibersihkan dari sisa darah dengan hati-hati. Pembersihan ini dilakukan dengan air bersih yang mengalir, seringkali menggunakan air kembang tujuh rupa (air yang dicampur tujuh jenis bunga wangi). Proses ini melambangkan penyucian diri dari segala kotoran sebelum dikembalikan ke bumi.

2. Pembungkusan Khusus

Ari-ari yang sudah bersih kemudian dibungkus secara khusus. Pembungkusan ini biasanya menggunakan beberapa lapisan kain. Lapisan pertama seringkali menggunakan kain mori putih (kain kafan), yang melambangkan kesucian. Kemudian dibungkus lagi dengan daun pisang atau wadah khusus yang terbuat dari bambu atau tanah liat (kendil). Wadah ini akan menjadi "rumah" sementara sebelum dikubur.

3. Pemilihan Lokasi Penguburan

Ini adalah langkah paling krusial. Lokasi penguburan harus dipilih dengan pertimbangan matang, tidak boleh sembarangan. Secara tradisional, ari-ari ditanam di halaman rumah, tepat di bawah pohon tertentu. Pohon yang sering dipilih adalah pohon yang memiliki nilai filosofis, seperti pohon kersen, pohon mangga, atau pohon beringin muda.

4. Prosesi Penanaman dan Doa

Proses menanam harus dilakukan oleh ayah kandung atau sesepuh keluarga yang dihormati. Lubang galian tidak boleh terlalu dalam, cukup agar ari-ari tertutup tanah dengan aman. Selama prosesi ini, dilakukan pembacaan doa-doa keselamatan dan harapan. Dalam tradisi Jawa, seringkali dibacakan mantra atau shalawat tertentu agar ari-ari diterima bumi dengan baik dan menjadi berkah. Setelah dikubur, area tersebut ditandai, seringkali dengan menaruh batu pipih atau menanam tanaman hias di atasnya.

Perawatan Setelah Penguburan

Ritual tidak berhenti setelah penguburan. Selama tujuh hari pertama, area kuburan ari-ari ini wajib dirawat. Orang tua seringkali melakukan "siram" (menyiram) dengan air bunga pada pagi hari atau sore hari selama periode tersebut. Ini adalah bentuk penghormatan berkelanjutan dan memastikan bahwa energi baik dari ari-ari tersebut tersalurkan dengan baik kepada sang bayi.

Adat mengubur ari-ari adalah manifestasi nyata dari kearifan lokal Jawa yang mengintegrasikan spiritualitas dengan kehidupan sehari-hari. Meskipun zaman telah berganti, ritual ini tetap dipegang teguh oleh banyak keluarga Jawa sebagai cara untuk menjaga koneksi batin antara anak, orang tua, dan alam semesta.

🏠 Homepage