Apendisitis, atau radang usus buntu, adalah kondisi medis darurat yang terjadi ketika apendiks (usus kecil yang menempel pada usus besar) mengalami peradangan. Kondisi ini memerlukan penanganan medis segera karena risiko pecahnya apendiks (ruptur) yang dapat menyebabkan peritonitis, infeksi serius pada rongga perut. Memahami cara pengobatan apendisitis adalah kunci untuk pemulihan yang cepat dan aman.
Langkah pertama dalam pengobatan apendisitis adalah konfirmasi diagnosis melalui pemeriksaan fisik, tes darah (untuk melihat tanda infeksi), dan pencitraan seperti USG atau CT scan. Setelah diagnosis ditegakkan, dokter akan menentukan apakah pengobatan akan bersifat konservatif (jarang terjadi pada kasus akut) atau intervensi bedah.
Hampir semua kasus apendisitis akut memerlukan pembedahan untuk mengangkat apendiks yang meradang sebelum pecah. Prosedur ini dikenal sebagai apendektomi.
Ini adalah metode operasi yang paling umum saat ini. Dokter bedah membuat beberapa sayatan kecil (biasanya 3) di perut. Melalui sayatan ini, dimasukkan kamera kecil (laparoskop) dan alat bedah. Keuntungan dari metode ini meliputi:
Operasi terbuka dilakukan melalui satu sayatan yang lebih besar di kuadran kanan bawah perut. Metode ini mungkin dipilih jika:
Setelah operasi, pasien biasanya akan tinggal di rumah sakit selama 1 hingga 3 hari, tergantung pada tingkat keparahan infeksi sebelum operasi. Perawatan pasca operasi berfokus pada manajemen nyeri dan pencegahan komplikasi.
Obat pereda nyeri akan diberikan sesuai kebutuhan. Penting untuk melaporkan kepada perawat atau dokter jika rasa sakit terasa tidak terkontrol, terutama setelah operasi terbuka.
Diet akan dimulai secara bertahap. Awalnya, pasien mungkin hanya diperbolehkan mengonsumsi cairan bening, kemudian beralih ke makanan lunak, sebelum kembali ke pola makan normal seiring berjalannya waktu.
Untuk operasi laparoskopi, pasien biasanya dapat kembali beraktivitas ringan dalam seminggu. Namun, aktivitas berat dan mengangkat beban harus dihindari selama 4 hingga 6 minggu untuk memastikan sayatan sembuh total dan mencegah hernia insisional.
Dalam beberapa situasi yang sangat jarang, terutama pada pasien dengan abses apendiks yang terdeteksi dini dan tidak mengalami ruptur, pengobatan non-bedah mungkin dipertimbangkan. Ini melibatkan pemberian antibiotik dosis tinggi secara intravena (IV).
Namun, perlu ditekankan bahwa pengobatan antibiotik saja seringkali memiliki risiko kekambuhan yang tinggi. Jika kondisi tidak membaik setelah beberapa hari perawatan antibiotik, operasi tetap menjadi pilihan utama. Pengobatan non-bedah ini biasanya hanya digunakan untuk menstabilkan pasien sebelum operasi ditunda (disebut apendektomi tunda).
Apendisitis tidak dapat dicegah secara pasti karena seringkali disebabkan oleh penyumbatan yang tidak terduga. Namun, mengenali gejala dini seperti nyeri yang berpindah dari pusar ke kanan bawah, demam ringan, mual, dan kehilangan nafsu makan sangat penting untuk memastikan prognosis yang baik.
Jika apendisitis tidak diobati, risiko terbesar adalah pecahnya apendiks, yang dapat menyebarkan bakteri ke seluruh rongga perut. Kondisi ini berkembang menjadi peritonitis, yang merupakan keadaan darurat yang mengancam jiwa dan memerlukan operasi darurat segera serta antibiotik jangka panjang. Oleh karena itu, memahami bahwa apendektomi adalah cara pengobatan yang paling aman dan definitif sangatlah krusial.