Ilustrasi keterkaitan dan struktur kekerabatan.
Dalam studi fikih dan hukum keluarga Islam, istilah Peraturan Bani merujuk pada serangkaian ketentuan, hak, dan kewajiban yang melekat pada hubungan kekerabatan atau keturunan (nasab). Kata 'Bani' sendiri berarti anak-anak, keturunan, atau suku. Oleh karena itu, pembahasan mengenai Peraturan Bani sangat erat kaitannya dengan siapa saja yang diakui sebagai kerabat dan bagaimana interaksi hukum serta sosial mereka seharusnya berjalan.
Secara terminologis, Peraturan Bani mencakup aspek yang luas, mulai dari hak waris, kewajiban nafkah antar kerabat (silaturahmi), hingga penentuan siapa yang berhak menjadi wali dalam pernikahan. Hukum Islam sangat menekankan pentingnya menjaga hubungan kekerabatan, karena ini dianggap sebagai salah satu pilar utama dalam tatanan masyarakat yang ideal. Kegagalan dalam mematuhi peraturan ini sering kali dianggap sebagai pemutusan tali silaturahmi yang memiliki konsekuensi baik duniawi maupun ukhrawi.
Konsep nasab menjadi fondasi utama. Nasab, atau hubungan darah, menentukan legalitas keturunan seseorang. Jika nasab seseorang jelas dan diakui secara syar'i, maka semua hak dan kewajiban yang timbul dari hubungan tersebut otomatis berlaku. Misalnya, anak yang dilahirkan dari pernikahan yang sah secara otomatis memiliki hak penuh atas warisan orang tua dan kewajiban untuk berbakti.
Salah satu manifestasi paling konkret dari Peraturan Bani adalah dalam pembagian harta warisan. Hukum waris Islam (Faraidh) menyusun hierarki ahli waris berdasarkan tingkat kedekatan mereka dengan pewaris. Bani—baik itu anak, orang tua, kakek-nenek, maupun saudara kandung—adalah pemegang porsi utama dalam distribusi harta peninggalan.
Apabila ada anak laki-laki, maka mereka akan menerima bagian yang berbeda dibandingkan anak perempuan. Jika tidak ada anak, maka fokus beralih ke orang tua (ayah dan ibu pewaris). Struktur ini memastikan bahwa kekayaan keluarga cenderung tetap berada di dalam lingkaran kerabat inti, sesuai dengan semangat Peraturan Bani untuk menjaga kesinambungan ekonomi keluarga besar.
Di luar aspek hukum formal seperti waris dan nikah, Peraturan Bani juga mencakup dimensi etika dan sosial yang dikenal sebagai silaturahmi. Ini adalah perintah agama untuk menjalin, menjaga, dan memperbaiki hubungan dengan kerabat. Kerabat terdekat sering kali menjadi jaring pengaman sosial (social safety net) pertama ketika seseorang menghadapi kesulitan ekonomi atau musibah.
Para ulama menekankan bahwa menafkahi kerabat yang membutuhkan, bahkan ketika mereka bukan ahli waris yang secara formal berhak menerima harta warisan (misalnya, saudara yang kaya), tetap merupakan tindakan yang sangat dianjurkan. Kepatuhan pada norma sosial ini memastikan bahwa unit-unit kekerabatan tetap kuat dan solid. Pelanggaran terhadap norma ini—seperti memutuskan hubungan tanpa alasan yang dibenarkan—dapat menimbulkan dampak sosial yang serius.
Aspek penting lain dari Peraturan Bani adalah penentuan siapa yang berhak menjadi wali nikah bagi seorang perempuan. Dalam Islam, perempuan tidak boleh menikahkan dirinya sendiri. Wali nikah haruslah laki-laki dari kerabat sedarah (bani) terdekat perempuan tersebut, biasanya dimulai dari ayah, kemudian kakek, saudara laki-laki sekandung, dan seterusnya, sesuai urutan prioritas yang telah ditetapkan oleh fikih.
Peran wali di sini bukan hanya sekadar formalitas, melainkan untuk memberikan perlindungan dan memastikan bahwa keputusan pernikahan diambil berdasarkan pertimbangan matang dan demi kemaslahatan perempuan tersebut. Ini adalah bentuk nyata dari tanggung jawab yang diemban oleh Bani laki-laki terhadap Bani perempuan dalam struktur keluarga.
Di era modern, tantangan terhadap Peraturan Bani muncul seiring dengan perubahan struktur sosial, migrasi, dan perbedaan yurisdiksi hukum. Meskipun hukum negara mungkin memiliki interpretasi berbeda mengenai waris atau status keluarga, prinsip dasar syariat mengenai nasab dan hak-hak kerabat tetap menjadi rujukan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan berkeluarga.
Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam mengenai Peraturan Bani—meliputi hukum formal dan norma sosial—sangat esensial untuk menjaga keharmonisan keluarga dan memenuhi tuntutan agama dalam berinteraksi dengan kerabat sedarah.