Dalam ajaran Islam, manusia tidak pernah lepas dari ketetapan Allah SWT. Dua istilah yang sering muncul dan terkadang disalahpahami dalam konteks kesulitan hidup adalah 'ujian' (bala') dan 'azab'. Meskipun keduanya melibatkan penderitaan atau kesulitan, perbedaan mendasar terletak pada tujuan, konteks waktu, dan dampaknya terhadap iman seseorang. Memahami perbedaan ini krusial untuk menjaga perspektif seorang mukmin saat menghadapi cobaan.
Ujian, atau dalam bahasa Arab disebut bala', adalah segala bentuk cobaan, kesulitan, kesenangan yang berlebihan, penyakit, atau kehilangan yang ditimpakan Allah kepada hamba-Nya. Tujuannya adalah untuk menguji keimanan, kesabaran, dan keteguhan hati seorang muslim.
Ujian bersifat edukatif dan bertujuan mengangkat derajat (derajat) seseorang di sisi Allah jika dihadapi dengan sabar dan syukur. Rasulullah SAW bersabda bahwa cobaan terberat akan menimpa para nabi, kemudian orang-orang saleh, dan seterusnya sesuai kadar keimanannya. Ketika seseorang mengucapkan "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" dan bersabar, kesulitan itu menjadi pahala penebus dosa. Ujian bisa datang kapan saja, bahkan kepada orang yang sangat taat sekalipun, karena itu adalah mekanisme pengujian iman yang inheren dalam kehidupan duniawi.
Azab memiliki konotasi yang jauh lebih serius. Azab adalah siksaan atau hukuman yang ditimpakan oleh Allah SWT sebagai konsekuensi langsung atas kemaksiatan, kedurhakaan, atau penolakan terhadap perintah-Nya yang dilakukan secara sengaja dan berkelanjutan. Azab adalah bentuk penghukuman yang tujuannya adalah membersihkan pelaku dari dosanya di dunia atau sebagai pertanda awal dari penghukuman di akhirat.
Meskipun ada azab yang ditunda hingga hari kiamat, ada pula azab yang dapat disegerakan di dunia. Contohnya adalah bencana alam yang menimpa suatu kaum karena mereka terang-terangan melakukan kemungkaran dan mengabaikan peringatan (seperti kisah kaum Nabi Nuh atau kaum Nabi Luth). Azab datang karena adanya pelanggaran syariat yang signifikan, bukan semata-mata untuk menguji kesabaran, melainkan untuk memberikan konsekuensi atas pilihan buruk yang diambil.
Untuk memperjelas, mari kita bedakan keduanya melalui tiga aspek utama:
Tujuan utama ujian adalah untuk memurnikan dan menaikkan derajat seseorang. Jika ujian diterima dengan baik, hasilnya adalah pahala dan kedekatan dengan Allah. Sebaliknya, tujuan utama azab adalah menghukum atau membersihkan dampak dari dosa-dosa yang telah diperbuat.
Ujian bisa menimpa siapa saja, baik orang baik maupun orang yang lalai, tanpa selalu berhubungan langsung dengan dosa spesifik saat itu. Justru, bagi orang beriman, ujian adalah penghapus dosa kecil. Sementara itu, azab hampir selalu merupakan reaksi langsung terhadap kemaksiatan yang dilakukan secara kolektif atau perorangan yang melampaui batas.
Ketika menghadapi ujian, respon yang diharapkan dari seorang mukmin adalah sabar (shabr), tawakal, dan syukur atas ketetapan Allah. Respons ini menghasilkan ganjaran. Ketika berhadapan dengan azab, respons yang seharusnya muncul adalah taubat nasuha, penyesalan yang mendalam, dan permohonan ampunan agar Allah SWT mengangkat siksaan tersebut, sebagaimana Allah SWT sering mengampuni kaum yang bertaubat sebelum azab sempurna diturunkan.
Kesimpulannya, ujian adalah proses pendewasaan iman yang bisa mendatangkan kebaikan, meskipun terasa menyakitkan saat dijalaninya. Sementara azab adalah konsekuensi hukuman atas pembangkangan yang harus dihindari dengan cara taat dan menjauhi larangan Allah. Sebagai seorang Muslim, kita harus selalu berlindung dari azab, namun siap dan lapang dada menerima setiap ujian dari-Nya.