Al-Qur'anul Karim adalah sumber petunjuk hidup yang paripurna bagi umat Islam. Di dalamnya, terkandung berbagai ayat yang memuat prinsip dasar keimanan, salah satunya adalah pengenalan mendalam terhadap sifat-sifat Allah SWT melalui Asmaul Husna (Nama-nama Allah yang Maha Indah). Salah satu ayat yang secara eksplisit menyoroti keagungan dan kekuasaan Allah yang tercermin dalam nama-nama-Nya adalah Surat Az-Zumar ayat 62.
Ayat ini merupakan penutup dari rangkaian ayat yang membahas tentang keesaan Allah dan peringatan kepada orang-orang yang menduakan-Nya. Ayat 62 Surat Az-Zumar berbunyi:
Terjemahannya secara ringkas adalah: "Allah menciptakan segala sesuatu; dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu."
Pemahaman Ayat: Penciptaan dan Pemeliharaan
Ayat ini mengandung dua konsep fundamental yang sangat erat kaitannya dengan Asmaul Husna. Pertama, frasa "Allāhu khāliqu kulli shay'" (Allah menciptakan segala sesuatu) menegaskan salah satu sifat utama Allah, yaitu Al-Khāliq (Maha Pencipta). Ini adalah pengakuan bahwa tidak ada satu pun entitas di alam semesta ini—mulai dari bintang di galaksi terjauh hingga partikel terkecil—yang eksistensinya tidak berasal dari kehendak dan ciptaan-Nya.
Asmaul Husna yang relevan di sini adalah Al-Khāliq, Al-Bāri' (Maha Mengadakan dari ketiadaan), dan Al-Mushawwir (Maha Membentuk). Dengan mengakui sifat Al-Khāliq, seorang Muslim menegaskan tauhid uluhiyyah (keesaan Allah dalam perbuatan-Nya), meyakini bahwa hanya Dia satu-satunya yang berhak atas penciptaan.
Korelasi dengan Asmaul Husna: Al-Wakīl
Bagian kedua dari ayat tersebut, "wa huwa 'alā kulli shay'in wakīl" (dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu), memperkenalkan sifat agung lainnya: Al-Wakīl (Maha Memelihara, Maha Penjamin, Maha Mempercayakan). Jika Al-Khāliq adalah tentang memulai sesuatu, maka Al-Wakīl adalah tentang menjaga kelangsungan sesuatu tersebut.
Asmaul Husna yang tersemat dalam bagian ini adalah Al-Wakīl itu sendiri. Makna Al-Wakīl sangat mendalam. Ia berarti bahwa Allah adalah Zat yang kepadanya segala urusan dikembalikan dan diserah-terimakan. Ketika manusia berusaha, berdoa, dan berikhtiar, hasil akhirnya diserahkan kepada kehendak-Nya, karena hanya Dia yang mampu mengelola seluruh kebutuhan dan kepentingan makhluk-Nya secara sempurna.
Ayat ini mengajarkan bahwa menjadi seorang mukmin sejati berarti tidak hanya percaya bahwa Allah menciptakan kita (Al-Khāliq), tetapi juga menyerahkan seluruh urusan hidup kita kepada-Nya (Al-Wakīl). Keduanya bekerja beriringan. Tanpa pemeliharaan-Nya (Al-Wakīl), ciptaan-Nya (Al-Khāliq) akan hancur berantakan.
Implikasi Spiritual dan Praktis
Memahami hubungan antara Az-Zumar ayat 62 dengan Asmaul Husna memberikan dampak besar pada cara pandang seorang Muslim. Pertama, ia menumbuhkan rasa aman (tawakkal). Ketika kita tahu bahwa Pencipta alam semesta adalah juga Penjaga segala sesuatu, kekhawatiran terhadap masa depan dapat diredam.
Kedua, ayat ini menuntun kita untuk lebih menghargai nama-nama Allah yang lain. Misalnya, sifat Al-Quddus (Maha Suci) menegaskan kesempurnaan ciptaan-Nya, sementara sifat Al-Hayyu (Maha Hidup) dan Al-Qayyum (Maha Berdiri Sendiri) memperkuat makna Al-Wakīl—Dialah sumber kehidupan yang menopang segala sesuatu tanpa pernah lelah.
Intinya, Surat Az-Zumar ayat 62 adalah ringkasan padat dari konsep tauhid dalam kerangka Asmaul Husna. Ia mengingatkan kita bahwa kekuasaan Allah tidak berhenti pada momen penciptaan; kekuasaan itu berlanjut dalam pemeliharaan, pengelolaan, dan penjaminan keberlangsungan seluruh makhluk secara terus-menerus.
Ilustrasi konseptual tentang Pencipta (Khaliq) dan Pemelihara (Wakil).