Ilustrasi: Kekosongan spiritual akibat meninggalkan ibadah.
Shalat (Salat) adalah tiang agama dalam Islam. Kedudukannya sangat tinggi, bahkan disebut sebagai pembeda utama antara seorang Muslim dan non-Muslim. Meninggalkan shalat, apalagi dengan sengaja, membawa konsekuensi yang sangat berat, baik di dunia maupun di akhirat. Ancaman siksaan yang digariskan dalam Al-Qur'an dan Hadis seharusnya menjadi pengingat yang amat serius bagi setiap hamba Allah.
Sebelum membahas azab akhirat, siksaan akibat meninggalkan shalat sudah mulai terasa di kehidupan duniawi. Jiwa yang terlepas dari koneksi langsung dengan Penciptanya akan merasa hampa dan gelisah. Shalat adalah waktu di mana seorang mukmin menanggalkan segala urusan duniawi sejenak untuk bersujud dan memohon pertolongan.
Rasulullah ﷺ bersabda bahwa shalat dijadikan penyejuk mata beliau. Ketika penyejuk itu hilang, maka kegelisahan akan menggantikan ketenangan. Hidup terasa berat, masalah terasa menumpuk, karena sumber kekuatan spiritual telah diputus secara sukarela. Ini adalah siksaan batin yang seringkali tidak disadari oleh pelakunya, sebab mereka sibuk mencari kedamaian dari sumber-sumber yang fana.
Al-Qur'an memberikan peringatan keras mengenai mereka yang lalai dalam shalat. Salah satu ayat yang paling sering dikutip adalah firman Allah SWT:
"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemukan kegostoran (ghayya)." (QS. Maryam: 59)
Kata "ghayya" di sini ditafsirkan oleh para ulama sebagai lembah di dasar neraka Jahanam, tempat berkumpulnya orang-orang yang durjana. Menyia-nyiakan shalat berarti menundanya hingga habis waktunya atau meninggalkannya sama sekali. Ini menunjukkan betapa seriusnya dosa ini di mata Allah.
Siksaan yang paling mengerikan adalah siksaan abadi di akhirat. Ada beberapa skenario siksaan yang dijelaskan dalam riwayat shahih:
Siksaan meninggalkan shalat adalah konsekuensi logis dari sebuah pengabaian terhadap perintah utama. Shalat bukan sekadar ritual, melainkan perjanjian antara hamba dan Tuhannya. Melanggarnya berarti memutuskan perjanjian tersebut.
Oleh karena itu, seorang Muslim wajib menjaga shalatnya. Jika godaan dunia atau rasa malas datang, ingatlah konsekuensi ini. Jadikanlah shalat tepat waktu sebagai prioritas tertinggi, karena di dalam sujud itulah letak keamanan, ketenangan, dan janji keselamatan dari siksaan pedih yang dijanjikan bagi mereka yang meninggalkannya.
Pertobatan harus segera dilakukan. Jika seseorang telah terlanjur meninggalkan kewajiban shalat, ia wajib segera bertaubat dengan sungguh-sungguh (tawbatun nasuha) dan mengqadha (mengganti) shalat-shalat yang ditinggalkan sebisa mungkin, meskipun para ulama berbeda pandangan mengenai kewajiban qadha bagi yang meninggalkannya secara sengaja dalam jangka waktu sangat lama.
Kesadaran akan siksaan ini seharusnya memotivasi kita untuk selalu berada dalam barisan orang-orang yang taat, menjaga tiang agama ini hingga nafas terakhir.