Surah Az-Zumar, ayat ke-6, adalah salah satu ayat dalam Al-Qur'an yang secara padat menjelaskan dua pilar utama keyakinan Islam: keesaan asal usul manusia dan keagungan serta kekuasaan mutlak Allah SWT sebagai Pencipta alam semesta. Ayat ini dimulai dengan penegasan bahwa seluruh umat manusia berasal dari satu jiwa tunggal, yaitu Nabi Adam AS. Ini menegaskan prinsip kesetaraan fundamental antar sesama manusia, terlepas dari ras, suku, atau status sosial mereka. Semua manusia adalah satu keluarga besar yang akarnya tunggal.
Setelah menyebutkan penciptaan Adam, ayat ini melanjutkan dengan penciptaan pasangannya (Hawa), yang menunjukkan konsep harmoni dan saling melengkapi dalam fitrah manusia. Selanjutnya, Allah mengingatkan tentang nikmat karunia-Nya dalam bentuk hewan ternak, yang disediakan sebagai rezeki dan sarana kehidupan bagi manusia, digambarkan dalam delapan pasang jenis. Ini menunjukkan perhatian Allah yang universal, tidak hanya terbatas pada penciptaan biologis tetapi juga pemenuhan kebutuhan materiil makhluk-Nya.
Tiga Kegelapan dan Proses Penciptaan Bertahap
Bagian krusial dari ayat ini adalah deskripsi proses penciptaan manusia di dalam rahim ibu: "Dia menciptakan kamu dalam perut ibumu dalam tahapan-tahapan kejadian, yang demikian itu adalah Allah, Tuhanmu." Ilmu pengetahuan modern, melalui studi embriologi, telah membuktikan keakuratan deskripsi Al-Qur'an mengenai perkembangan janin yang terjadi secara bertahap (nutfah, 'alaqah, mudghah, dan seterusnya).
Ayat tersebut juga menyebutkan bahwa proses ini terjadi dalam "tiga kegelapan" (ظُلُمَاتٍ ثَلَاثٍ). Para mufassir umumnya menafsirkan tiga kegelapan ini sebagai: pertama, kegelapan perut; kedua, kegelapan rahim; dan ketiga, kegelapan kantung ketuban. Fakta ilmiah yang terungkap ribuan tahun setelah ayat ini diturunkan menjadi bukti kuat bahwa Al-Qur'an adalah wahyu ilahi.
Penegasan Tauhid
Setelah memaparkan bukti-bukti penciptaan dan pemeliharaan yang tak terhitung banyaknya—mulai dari asal usul manusia hingga kompleksitas proses dalam rahim—ayat ini menyimpulkan dengan penegasan tauhid yang kuat: "Itulah Allah, Tuhanmu; milik-Nyalah segala kerajaan. Tiada Tuhan selain Dia."
Kontras antara kebesaran ciptaan-Nya dengan pertanyaan retoris yang tajam, "Maka bagaimanakah kamu dipalingkan?", berfungsi sebagai seruan introspeksi bagi manusia. Mengapa setelah menyaksikan bukti nyata kekuasaan dan rahmat-Nya yang meliputi segalanya, manusia masih berpaling dari jalan yang lurus menuju penyembahan selain kepada-Nya? Ayat ini menuntut kesadaran penuh bahwa segala bentuk kekuasaan dan kepemilikan mutlak hanya ada pada Allah SWT, Tuhan semesta alam.